Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - UU KPK baru yang telah disahkan DPR resmi berlaku per hari ini meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut belum menekennya. Indonesia Corruption Watch (ICW) tetap mendesak Jokowi agar menerbitkan Perppu UU KPK.
"Presiden tidak ragu untuk menerbitkan Perppu yang isinya menolak seluruh pasal yang telah disepakati dalam UU KPK baru," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Kamis (17/10/2019).
Kurnia mengatakan pasal-pasal di UU KPK tersebut berpotensi melemahkan kinerja KPK. Poin-poin yang melemahkan itu terdiri dari adanya dewan pengawas hingga kewenangan SP3 terhadap kasus yang ditangani KPK.
"Penting untuk ditegaskan bahwa seluruh pasal yang disepakati oleh DPR bersama pemerintah dipastikan akan memperlemah KPK dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat. Sebagai contoh, pembentukan Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih Presiden dan memiliki wewenang memberikan izin penindakan perkara rawan intervensi eksekutif. Demikian pula, penerbitan SP3 dalam jangka waktu 2 tahun apabila perkara tidak selesai akan berpotensi menghentikan perkara besar yang sedang ditangani oleh KPK," ucapnya.
Kurnia juga meragukan penyataan sejumlah pihak yang menyebut ada pasal peralihan terkait pembentukan Dewan Pengawas. Menurutnya, penyataan itu hanya dalih tanpa dasar.
"Namun, harus dipahami, bahwa cepat atau lambat Dewan Pengawas akan terbentuk. Jadi, pernyataan yang menyebutkan terkait dengan pasal peralihan itu hanya dalih tanpa dasar sama sekali," ucapnya.
Selain itu, menurutnya, permasalahan batas usia minimal pimpinan KPK hingga kini juga belum jelas. Sebab, ia menjelaskan dalam UU ditulis batas usia minimal pimpinan KPK 50 tahu sedangkan salah satu pimpinan terpilih berusia di bawah 50 tahun.
"Tentu ini menjadi kekosongan hukum yang harusnya dapat diisi oleh Perppu," sebut Kurnia.
Selain itu, Kurnia menyinggung soal pembahasan RUU KPK yang baru itu sebenarnya tidak masuk dalam prolegnas prioritas 2019. Dalam pembahasannya, KPK juga tak dilibatkan.
Karena itu, Kurnia sangat menyayangkan hingga detik ini Jokowi belum mengambil langkah untuk menerbitkan Perppu tersebut. Padahal, menurutnya, syarat-syarat Jokowi untuk menerbitkan Perppu sudah terpenuhi.
"Presiden Jokowi meskipun berkali-kali menegaskan dukungannya kepada KPK dan agenda pemberantasan korupsi sampai detik ini tidak menerbitkan Perppu. Padahal seluruh syarat untuk penerbitan Perppu telah terpenuhi. Mulai dari kebutuhan mendesak karena pemberantasan korupsi akan terganggu, kekosongan hukum, sampai pada perubahan UU baru yang membutuhkan waktu lama (Putusan MK tahun 2009)" tuturnya.
Tak hanya itu, Kurnia mengatakan harusnya Jokowi tidak gentar dengan gertakan politisi yang menyebutkan akan melakukan pemakzulan jika menerbitkan Perppu. Sebab, penerbitan Perppu adalah kewenangan prerogratif presiden.
"Sebab, kesimpulan tersebut tidak mendasar (soal pemakzulan). Perppu pada dasarnya adalah kewenangan prerogatif Presiden dan konstitusional. Lagi pun pada akhirnya nanti akan ada uji objektivitas di DPR terkait dengan Perppu tersebut," pungkas Kurnia. dtc