Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. India mempertimbangkan untuk melarang Huawei berpartisipasi dalam pengadaan jaringan 5G di negaranya. Padahal beberapa bulan yang lalu mereka telah mendapatkan lampu hijau untuk melakukan uji coba 5G di India.
Kabar ini datang setelah pemerintah India memutuskan akan memblokir 59 aplikasi asal Cina, termasuk TikTok dan WeChat, karena dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
Dikutip dari CNBC, Rabu (1/7/2020) sebagai bagian dari diskusi tersebut, menteri-menteri India juga membahas rencana peluncuran 5G.
Mereka juga membahas apakah perusahaan penyedia peralatan telekomunikasi asal Cina seperti Huawei dan ZTE diizinkan untuk berpartisipasi dalam proyek ini.
Padahal pada Desember lalu, pemerintah India telah mengizinkan vendor telekomunikasi mana pun untuk berpartisipasi dalam uji coba 5G. Tapi dari laporan terbaru ini, pemerintah Negeri Sungai Gangga sepertinya berubah pikiran.
Research Director Counterpoint Research Neil Shah mengatakan pertimbangan ini tentu diambil mengingat hubungan India dan Cina yang semakin menegang. Shah mengatakan Huawei dan ZTE kemungkinan akan rugi besar jika pemerintah India benar-benar melarang mereka.
"Sengketa Cina-India, digabung dengan tekanan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi, kemungkinan memaksa pemerintah (India) berpikir untuk mengadopsi strategi mirip seperti Amerika Serikat untuk membalas dengan cara yang akan sangat melukai Cina ," kata Shah kepada CNBC.
Kehadiran Huawei di industri telekomunikasi India memang cukup besar. Dua operator besar di India, Bharti Airtel dan Vodafone India, menggunakan beberapa vendor untuk jaringannya termasuk Huawei.
Peralatan telekomunikasi Huawei juga mencakup sepertiga dari jaringan Bharti Airtel dan 40% dari jaringan Vodafone Idea, berdasarkan data Counterpoint Research.
Jika India benar-benar akan melarang Huawei, maka posisi raksasa asal Cina ini makin tersudut. Setelah dicekal oleh AS hingga setidaknya tahun depan, mereka juga tidak bisa lagi beroperasi di negara dengan populasi kedua terbanyak di dunia.(dtn)