Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Baru-baru ini, RI dan Jepang sepakat untuk menggunakan mata uang lokal (local currency settlement/ LCS) dalam perdagangan bilateral dan investasi langsung. Inisiatif ini dibuat untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS.
Lalu, mengapa melepas dari dari ketergantungan atas dolar AS menjadi penting? Sebenarnya, apa dampak buruk dari penggunaan dolar AS terhadap ekonomi nasional kita?
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, ketergantungan yang tinggi terhadap dolar AS berpotensi mendorong peningkatan volatilitas dari mata uang negara berkembang termasuk rupiah.
"Apabila terjadi sentimen negatif yang berkembang di pasar keuangan global akan memicu keluarnya dana asing dari pasar keuangan negara berkembang yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan volatilitas," ujar Josua, Selasa (1/9/2020).
Untuk itu, inisiatif menggunakan mata uang lokal dalam setiap perjanjian bilateral dengan negara-negara tetangga dianggap mampu meredam efek volatilitas tersebut.
"Oleh sebab itu, untuk meredam potensi rentannya keluarnya dana asing dari pasar keuangan domestik dan dalam memitigasi risiko volatilitas nilai tukar rupiah, maka ketergantungan terhadap dolar untuk transaksi perdagangan dan investasi perlu dikurangi dan salah satunya dengan implementasi local currency settlement tadi," paparnya.
Dampak buruk lainnya, menurut Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira adalah pelemahan bagi fundamental ekonomi nasional.
"Pemakaian dolar yang berlebihan akan membuat fundamental ekonomi melemah dalam jangka panjang. Bayangkan ketika terjadi penguatan kurs dolar secara signifikan maka rupiah akan terdepresiasi cukup dalam. Biaya impor bahan baku dan beban pinjaman baik pemerintah maupun swasta akan meningkat tajam," tambah Bhima.
Tak hanya itu, menurut Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet dampak buruk dari ketergantungan terhadap dolar AS adalah kehilangan potensi menggali kerja sama ekonomi dengan negara lain yang tidak menggunakan dolar AS dalam transaksi bilateralnya seperti dengan China.
"Dulu memang Amerika Serikat sering dinilai sebagai satu-satunya negara super power ekonomi di dunia. Namun belakangan, kekuatan baru muncul, salah satunya Tiongkok. Negara ini bahkan terus mendorong perjanjian penggunaan mata uang Yuan, untuk transaksi perdagangan dengan mereka. Dan mulai mencoba, mengurangi ketergantungan terhadap USD. Jadinya jika kita terus bergantung USD, selain resiko di pasar keuangan, kita juga pasti berpotensi kehilangan menggali kerjasama ekonomi lebih dalam dengan negara-negara seperti Tiongkok," kata Yusuf.(dtf)