Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sejumlah lembaga di Sumatra Utara (Sumut) yang tergabung dalam Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumatera Utara (AKBAR) Sumatera Utara (Sumut) kembali menyuarakan sikapnya menolak keseluruhan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Pernyataan itu disampaikan AKBAR Sumut saat menggelar konferensi pers di kantor LBH Medan, Jalan Hindu Medan, Senin (21/9/2020). Pernyataan itu sekaligus merupakan agenda persiapan menuju Hari Tani Nasional 2020, 24 September 2020 mendatang.
Kepala Divisi Sumber Daya Alam LBH Medan, Alinafiah mengatakan, jika Omnibus Law Cipta Kerja nanti disahkan, akan menjadi pintu bagi perampasan tanah. Sejatinya sejak pembahasannya yang minim partisipasi rakyat, tertutup, ternyata isi RUU ini mengarah pada penghancuran demokrasi ke arah otoritarianisme.
Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria Sumut Hawari Hasibuan menambahkan, bila RUU itu disahkan rakyat akan semakin terpinggirkan. Hak atas tanah rakyat akan hilang, dan rakyat Indonesia akan dijadikan kuli.
Manajer Kajian dan Advokasi WALHI Sumut Riandi Purba mengatakan, Omnibus Law Cipta Kerja adalah pintu bagi iklim investasi di banyak sektor. Omnibus Law Cipta Kerja akan mengobral aturan demi kemudahan investasi. Selama ini, konflik agraria, konflik tenurial di kawasan hutan, dan konflik sumber daya alam lainnya sudah berdampak pada petani, masyarakat adat, nelayan. Disahkannya RUU ini nantinya akan memperparah kondisi tersebut.
Ketua Kesatuan Perjuangan Rakyat Martin Luis menambahkan RUU ini hanya bertujuan untuk semakin memfasilitasi kaum modal. Negara-negara imperialis terus mencari jalan untuk mengalirkan modalnya ke negara-negara berkembang melalui kerjasama ekonomi, investasi serta dengan menjebak negara dunia ketiga dengan politik utang luar negeri.
Staff Advokasi Bakumsu, Halim Sembiring mengatakan Omnibus Law Cipta Kerja mengkhianati cita-cita reforma agraria yang tertuang dalam UUPA dan jika pemerintah DPR RI tetap mengesahkan, gelombang perlawanan yang sudah ada akan menyebar tak berkesudahan.