Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Fenomena joki pada pembuatan kartu Prakerja masih ramai di media sosial. Joki ini menawarkan jasa pembuatan, jasa pelatihan sampai insentif dicairkan.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan dengan adanya joki pada kartu Prakerja maka pemerintah kecolongan dalam menyalurkan bantuan ini.
"Dengan adanya joki berarti penyaluran bantuan ini salah sasaran. Apalagi data di KPK menyebutkan jika data peserta kartu Prakerja ini tidak sinkron dengan data BPJS Ketenagakerjaan," kata Bhima saat dihubungi detikcom, Rabu (30/9/2020).
Dia mengungkapkan, praktik joki atau oknum yang tidak bertanggung jawab ini juga menjadi beban bagi negara. Bhima menyebut seharusnya program bantuan ini tidak dilanjutkan. Awalnya memang bantuan ini bertujuan untuk para korban PHK dan pengangguran.
Untuk mendapatkan kartu Prakerja ini peserta harus login dan memiliki gadget untuk mengakses pendaftaran dan pelatihan. Hal itu membutuhkan paket data.
"Sementara ini korban PHK untuk kebutuhan hidup saja susah apalagi beli paket data atau gadget? Jadi di sini saja memang sudah tidak tepat sasaran," jelas dia.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan kasus joki pada kartu Prakerja ini merupakan masalah komunikasi dari manajemen pelaksana.
"Ini artinya ada sosialisasi yang belum tersampaikan secara utuh ke masyarakat," kata dia.
Menurut Rendy dalam proses joki yang beredar saat ini joki menyebut jika salah satu syarat yaitu calon penerima harus melakukan swafoto dengan KTP. Menurut dia jika memang ada masyarakat yang tertipu maka ini lebih ke implementasi di lapangan dan sosialisasi terkait penipuan kartu Prakerja ini perlu dilakukan oleh manajemen.(dtf)