Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Ankara. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengejutkan banyak pihak saat menyerukan bahwa sekarang saatnya bagi Turki untuk mengadopsi konstitusi baru. Namun demikian, seruan soal konstitusi baru itu menuai dukungan dari mitra koalisi pemerintahan Erdogan.
Seperti dilansir AFP, Rabu (3/2/2021), seruan itu juga memicu spekulasi bahwa Erdogan sedang mencari cara untuk memperpanjang kekuasaannya.
Erdogan yang kini berusia 66 tahun, telah memimpin Turki sebagai Presiden Menteri atau Presiden sejak tahun 2002, berhasil memperkuat kendalinya atas negara berpenduduk 83 juta orang dan selamat dari upaya kudeta yang gagal.
Tahun 2017, dia sempat mendorong perubahan Konstitusi Turki yang menciptakan kepresidenan eksekutif dan menghapus jabatan Perdana Menteri.
Tahun 2018, Erdogan menang pilpres yang menjadi periode pertama dari dua masa jabatannya selama 5 tahun di bawah konstitusi yang diamandemen. Turki akan menggelar pemilu parlemen dan pilpres kembali pada Juni 2023. Itu berarti pemerintahan Erdogan akan berakhir tahun 2028 jika dia terpilih kembali.
Namun setelah memimpin rapat selama 4 jam, Erdogan mengajukan gagasan untuk menulis konstitusi baru untuk menggantikan yang lama yang digunakan Turki sejak tahun 1982. Konstitusi itu dirancang setelah kudeta militer tahun 1980 silam.
Dalam pernyataannya, Erdogan menyebut bahwa konstitusi lama Turki telah menjadi 'sumber masalah'. Diucapkan juga oleh Erdogan bahwa dirinya akan mendorong majelis konstitusional jika mitra juniornya di Partai Gerakan Nasionalis atau MHP mendukung penulisan ulang Konstitusi Turki.
"Jelas bahwa sumber masalah Turki adalah konstitusi yang selalu ditulis oleh para pemberontak. Mungkin sudah saatnya bagi Turki untuk membuka kembali perdebatan soal konstitusi baru," cetus Erdogan dalam pernyataan yang disiarkan televisi secara nasional pada Senin (1/2) waktu setempat.
"Jika kita mencapai kesepahaman dengan mitra (koalisi yang berkuasa), kita bisa mengambil tindakan untuk konstitusi baru di masa depan," sebut Erdogan.
Ditambahkan Erdogan bahwa menyusun konstitusi baru 'harus dilakukan dengan cara yang transparan dan teks yang disepakati harus tunduk pada kehendak rakyat'.
Menanggapi hal itu, pemimpin Partai MHP, Devlet Bahceli, menyatakan dukungannya saat ditanyai wartawan setempat. MHP merupakan mitra koalisi Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang didirikan Erdogan. Bahceli menyatakan seruan itu menjadi 'bukti bahwa Turki butuh konstitusi baru'.
Dia juga menegaskan partainya siap bergabung dalam proses penyusunan konstitusi baru. Baik Erdogan maupun Bahceli tidak menjelaskan sepenuhnya alasan soal mengapa Turki perlu konstitusi baru atau apa yang bisa ditimbulkan oleh perubahan itu.
Namun direktur forum think-tank Washington Institut untuk Turki, Soner Cagaptay, menyebut hal itu mengisyaratkan pengakuan Erdogan bahwa dia kehilangan dukungan publik. Diketahui bahwa popularitas Erdogan memudar sejak dia melakukan aksi penindakan keras usai lolos dari upaya kudeta tahun 2016. Masalah ekonomi di Turki juga semakin mengikis dukungan dari kalangan kelas pekerja yang merupakan basis politik Erdogan.
Cagaptay menyebut pergeseran ke sistem presidensial 'mungkin menjadi kesalahan terbesar Erdogan dalam politik domestik hingga saat ini' karena itu mempersulit peluangnya terpilih kembali.
"Sistem presidensial membutuhkan pertarungan dua arah, setidaknya dalam putaran kedua di mana dua kandidat bersaing satu sama lain, yang berarti bahwa sistem itu telah menyatukan kelompok oposisi Turki yang berbeda," cetus Cagaptay kepada AFP.(dtc)