Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sejumlah lembaga yang fokus pada isu lingkungan dan ketahanan pangan menyebut pemerintahan Joko Widodo gagal mewujudkan reforma agraria. Disebutkan, antara tujuan dan praktik reforma agraria selama ini tidak nyambung. Sejumlah hal yang menjadi indikator kegagalan itu, antara lain ketepatan objek dan subjek yang tidak pas, partisipasi masyarakat yang rendah, tidak lengkapnya data, cara kerja yang buruk.
Demikian poin dalam diskusi penegakan HAM dan Penyelenggaraan Reforma Agraria yang digelar Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatra Utara (Bakumsu), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sumatra Utara dan Sajogyo Institute, di Caldera Coffee, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Rabu ( 4/2/2021)
"Pelaksanaan reforma agraria yang harusnya untuk rakyat justru diperuntukkan untuk kepentingan bisnis. Bahkan malah memunculkan masalah baru yang memicu konflik dengan masyarakat adat," kata Dewi Kartika dari KPA Sumut.
Dikatakan Dewi, jika memang reforma agria dilakukan dengan sungguh-sungguh harusnya distribusi tanah bukan didominasi kepada industri sedang masyarakat hukum adat dan hutannya sampai kini banyak yang belum diakui.
"Pelepasan tanah untuk rakyat pada periode pemerintahan sekarang juga menurun dari periode sebelumnya. Yakni 2,57 juta hektar dibandingkan periode sebelumnya yang ditarget 4,1 juta hektar. Padahal pencapaian periode kemarin hanya 5400 hektar. Jadi kalaupun periode ini mau dilanjutkan harusnya masih tersisa 4 jutaan hektar lagi bukan 2,57 juta hektar yang mau dilepas untuk rakyat," kata Dewi.
Maksum Syam dari Sanjogyo Institute menambahkan, dalam penyelenggaraan reforma agraria pemerintah lebih berpihak kepada investor. Hal itu dikarenakan persepsi pemerintah yang melihat lahan semata-mata dari sisi ekonomi sehingga aspek lain seperti sosial dan ekologis diabaikan.