Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Yangon - MRTV, televisi milik pemerintah Myanmar, memperingatkan akan mengambil 'tindakan' terhadap para pengunjuk rasa yang melanggar hukum. Hal ini disampaikan saat massa menggelar aksi demo besar-besaran untuk menentang kudeta militer.
Seperti dilansir AFP, Senin (8/2/2021) pernyataan yang dibacakan seorang penyiar di MRTV, menyebutkan telah terjadi pelanggaran hukum dan ancaman kekerasan oleh kelompok-kelompok yang 'menggunakan alasan demokrasi dan hak asasi manusia'.
"Tindakan harus diambil sesuai dengan hukum terhadap pelanggaran yang mencegah dan menghancurkan stabilitas negara, keamanan publik dan supremasi hukum," demikian bunyi pernyataan itu.
Puluhan ribu orang berunjuk rasa pada akhir pekan dan kembali dilakukan pada hari ini dengan lebih banyak peserta demo hingga aksi mogok kerja.
Para jenderal Myanmar melakukan kudeta dengan menahan Suu Kyi dan puluhan anggota partainya, Liga Demokrasi Nasional (NLD) pada Senin pekan lalu (1/2).
Para jenderal menyatakan melakukan kudeta tersebut karena adanya kecurangan pemilu pada November 2020, yang dimenangkan NLD secara telak. Komisi pemilihan umum membantah tuduhan kecurangan tersebut.
Militer kemudian mengumumkan keadaan darurat satu tahun, dan berjanji untuk mengadakan pemilihan umum baru, tanpa menyebut kapan waktu yang tepat. Militer Myanmar juga mengumumkan pengambilalihan kekuasaan. Kini, kekuasaan atas Myanmar berada di tangan Panglima Militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang akan memimpin Myanmar selama masa darurat selama setahun ke depan.
Junta militer sejauh ini menahan diri untuk tidak menggunakan 'kekuatan mematikan' guna memadamkan demonstrasi. Namun karena tekanan massa makin besar, polisi hari ini menembakkan water cannon untuk membubarkan pengunjuk rasa di Naypyidaw.
Unjuk rasa yang terus terjadi di Myamar mendorong militer kembali melakukan blokade Internet nasional, seperti saat dimulainya kudeta.
Ketika protes semakin memanas, militer juga memerintahkan jaringan telekomunikasi untuk membekukan akses ke Facebook, layanan yang sangat populer di negara itu dan bisa dibilang sebagai mode komunikasi utamanya.
Militer sebelumnya telah memerintah Myanmar selama hampir setengah abad. Selama pemerintahan junta militer, perbedaan pendapat dengan tegas dihalangi dan militer sering menggunakan kekuatan 'mematikan', terutama terhadap aksi-aksi protes besar pada tahun 1988 dan 2007. dtc