Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Yangon. Pasukan keamanan Myanmar menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah pengunjuk rasa anti-kudeta di Myanmar pada Selasa (9/2). Aksi unjuk rasa terus digelar para demonstran yang mengabaikan larangan demonstrasi oleh militer.
Seperti dilansir AFP, Selasa (9/2/2021), aksi protes terjadi selama empat hari berturut-turut untuk menentang kudeta yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. Kecaman internasional terhadap kudeta juga kian meningkat.
Unjuk rasa tetap dilakukan setelah militer memberi peringatan bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap demonstrasi yang mengancam stabilitas Myanmar, dan mengeluarkan larangan untuk pertemuan lebih dari lima orang.
Di Naypyidaw, ibu kota Myanmar, saksi mata mengatakan polisi menembakkan peluru karet ke pengunjuk rasa setelah sebelumnya melepaskan meriam air.
"Mereka melepaskan tembakan peringatan ke udara dua kali, kemudian mereka menembak (ke arah pengunjuk rasa) dengan peluru karet," kata seorang warga kepada AFP, seraya menambahkan bahwa dia melihat beberapa orang terluka. Saat ini belum ada keterangan resmi mengenai korban luka.
Seorang reporter AFP di lapangan mengkonfirmasi bahwa tembakan memang telah dilepaskan.
Di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Sebelumnya, setelah menyaksikan ratusan ribu orang berunjuk rasa menentang kudeta minggu lalu, panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing merilis pidato di televisi pada Senin malam (8/2) untuk membenarkan perebutan kekuasaan.
Militer juga melakukan serangkaian larangan untuk berkerumun dan memberlakukan jam malam.
Namun pada Selasa (9/2), protes baru kembali muncul di berbagai daerah di Yangon, termasuk di dekat markas partai Liga Demokrasi Nasional (NLD).
Para pengunjuk rasa membawa baliho berisi sejumlah kecaman seperti "Kami ingin pemimpin kami", mengacu pada Suu Kyi - yang saat ini ditahan oleh militer - dan "Tidak ada kediktatoran".
Di kawasan San Chaung, Yangon, sejumlah guru berbaris di jalan utama, melambaikan salam tiga jari sebagai isyarat khas para pengunjuk rasa.
"Kami tidak khawatir dengan peringatan mereka. Itu sebabnya kami keluar hari ini. Kami tidak dapat menerima alasan kecurangan pemilu yang disebut militer. Kami tidak ingin ada kediktatoran militer," kata guru bernama Thein Win Soe kepada AFP.(dtc)