Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Washington DC. Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mendakwa tiga pejabat intelijen militer Korea Utara (Korut) terkait operasi serangan siber untuk mencuri US$ 1,3 miliar (Rp 18,2 triliun). Dakwaan ini menjadi langkah tegas pertama pemerintahan Presiden Joe Biden terhadap rezim Korut.
Seperti dilansir AFP, Kamis (18/2/2021), pencurian dunia maya oleh para peretas Korut itu dilakukan dalam bentuk crypto dan mata uang tradisional dari berbagai bank dan target lainnya. Departemen Kehakiman AS menyebut aktivitas Korut sebagai 'kampanye kriminalitas global'.
Departemen Kehakiman AS mendakwa ketiga pejabat intelijen Korut itu melakukan operasi peretasan dan malware yang luas untuk mendapatkan dana bagi pemerintah mereka, sembari menghindari sanksi-sanksi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang memutus sumber pendapatan negara itu.
Disebutkan Departemen Kehakiman AS bahwa selama lebih dari tujuh tahun, pejabat-pejabat intelijen Korut itu membuat aplikasi cryptocurrency yang membuka akses 'pintu belakang' ke komputer-komputer targetnya.
Mereka melakukan peretasan terhadap perusahaan-perusahaan yang memasarkan dan memperdagangkan mata uang digital seperti bitcoin, dan mengembangkan platform blockchain untuk menghindari sanksi dan secara diam-diam mengumpulkan dana.
Kasus yang diajukan ke pengadilan federal di Los Angeles ini didasarkan pada dakwaan tahun 2018 terhadap salah satu dari tiga pejabat Korut yang diidentifikasi sebagai Park Jin Hyok. Dia didakwa meretas Sony Pictures tahun 2014, menciptakan ransomware WannaCry dan melakukan pencurian sebesar US$ 81 juta dari Bank Sentral Bangladesh. Dakwaan-dakwaan baru menambahkan dua terdakwa, yakni Jon Chang Hyok dan Kim Il.
Dakwaan baru itu menuduh ketiganya bekerja bersama dalam Biro Umum Pengintaian yang fokus pada tugas peretasan di tubuh intelijen militer Korut. Biro itu juga dikenal sebagai Lazarus Group atau APT 38 oleh komunitas keamanan siber.
Selain dakwaan sebelumnya, ketiga peretas Korut itu diduga beroperasi dari Korut, Rusia dan China untuk meretas komputer menggunakan teknik spearfishing, dan mempromosikan aplikasi mata cryptocurrency yang bermuatan software berbahaya yang memungkinkan untuk mengosongkan dompet mata uang digital korban.
Departemen Kehakiman AS menyebut ketiga diduga merampok tempat tukar mata uang digital di Slovenia dan Indonesia, juga memeras sebuah tempat tukar mata uang di New York sebesar US$ 11,8 juta.
Dalam skema tahun 2018, mereka disebut merampok US$ 6,1 juta dari beberapa mesin ATM milik BankIslami di Pakistan, setelah mendapat akses ke jaringan komputernya.
Departemen Kehakiman AS tidak menjelaskan lebih spesifik soal berapa banyak tepatnya yang diyakini telah dicuri ketiga terdakwa. Semua tindakan itu, menurut Departemen Kehakiman AS, bertujuan untuk 'memajukan kepentingan strategis dan keuangan pemerintah (Korut) dan pemimpinnya, Kim Jong-Un'.
"Agen Korea Utara, yang menggunakan keyboard daripada senjata untuk mencuri dompet digital cryptocurrency alih-alih uang tunai, merupakan perampok bank terkemuka dunia," sebut Asisten Jaksa Agung AS, John Demers, dalam pernyataannya.
"Dakwaan negara-bangsa seperti ini merupakan langkah penting dalam mengidentifikasi masalah, mengungkapkannya dalam format menyeluruh secara hukum, dan membangun konsensus internasional," tandasnya.(dtc)