Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Bertambah lagi jumlah startup Indonesia yang masuk kategori unicorn. Sejauh ini, baru ada Gojek, Tokopedia, Traveloka, OVO, dan BukaLapak yang masuk kategori unicorn.
Kini, ada 1 tambahan start up Indonesia yang masuk kategori unicorn, yaitu J&T Express.
Setidaknya demikian menurut penilaian dari laporan lembaga riset CBInsight yang bertajuk The Complete List of Unicorn Companies. Menurut laporan ini sampai April 2021, ada sebanyak 642 startup di dunia yang sudah masuk kategori unicorn dengan total valuasi mencapai US$ 2.148 miliar.
Valuasi J&T Express tercatat telah menyentuh US$ 7,88 miliar. Angka itu sudah melebihi standar yang harus dipenuhi startup untuk bisa dikategorikan sebagai unicorn. Sebagaimana diketahui, syarat startup bisa berstatus unicorn harus memiliki valuasi di atas US$ 1 miliar.
Baru menyandang status unicorn, valuasi J&T Express sudah di atas beberapa start up lainnya. Valuasi J&T Express hanya berada 1 tingkat di bawah Gojek yang memiliki valuasi US$ 10 miliar. Sedangkan, valuasi start up lainnya berada di bawah J&T Express. Valuasi Tokopedia berada 1 tingkat di bawah J&T Express yakni sebesar US$ 7 miliar, Bukalapak sebesar US$ 3,5 miliar, Traveloka sebesar US$ 3 miliar, dan OVO sebesar US$ 2,9 miliar.
Selama masa pandemi, perusahaan penyedia layanan logistik ini memang jadi salah satu yang diuntungkan. Meski sempat terkendala di awal-awal pandemi, namun seiring peningkatan transaksi e-commerce, jumlah pengiriman J&T Express ikut meningkat hingga 40%.
"Jadi untuk perkembangan bisnis logistik khususnya J&T di awal-awal ketika akhir bulan Maret itu ada sedikit melamban ya. Tapi setelah itu kalau kita lihat dari bulan April sampai sekarang itu cukup meningkat pesat dibanding tahun lalu. Dan peningkatannya kurang lebih ada 30-40%," ungkap CEO logistik J&T Express Robin Lo dalam wawancara khusus dengan detikcom, Jumat (25/9/2020).
Menurut Robin, faktor utama yang membuat pengirimannya melonjak tajam selama pandemi karena adanya perubahan kebiasaan berbelanja masyarakat yang beralih dari belanja offline kepada online. Di tambah lagi, ada momentum perayaan Hari Raya Idul Fitri selama pandemi tersebut yang juga berpengaruh pada transaksi e-commerce dan kemudian pada bisnis logistik.
"Memang karena masalah konsumsi yang dari awalnya metodenya banyak pembelian offline itu sekarang beralih ke online. Dan karena April dan Mei itu kan puncak-puncaknya menjelang Idul Fitri. Nah, walaupun kita bilang tahun ini Idul Fitrinya tidak ada libur panjang, tapi sebenarnya peningkatan itu tetap terjadi," paparnya.
Peningkatan ini juga terjadi di negara lain. Mulai dari Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, Singapura hingga Cina. Rata-rata meningkat sekitar 30-40% sepanjang tahun ini.
"Sebenarnya sama peningkatan transaksinya kalau kita lihat itu kurang lebih sama seperti di Indonesia," tambahnya.(dtf)