Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) akan kembali melonjak di tahun 2022. Dalam dokumen KEM PPKF, pemerintah menargetkan rasio utang menjadi 43,76-44,28% terhadap PDB.
Dalam APBN 2021, pemerintah menetapkan target rasio utang berada di level 41,05% terhadap PDB. Sehingga target pada tahun 2022 kembali meningkat.
"Untuk rasio utang kami targetkan 43,76% hingga 44,28% di tahun depan," ujar Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Banggar DPR RI, Senin (31/5/2021).
Meningkatnya utang pemerintah, dikatakan Sri Mulyani juga dampak dari defisit anggaran yang sangat lebar di 2020 pada level 6,1% dan 2021 di level 5,7%. Sementara untuk tahun depan, Sri Mulyani mengatakan defisit APBN dipasang pada level 4,5% hingga 4,85% dari PDB.
"Atau nominal Rp 807-881 triliun, dengan pembiayaan sama. Rasio utang akan tetap meningkat dengan defisit yang tadi meningkat," kata Sri Mulyani.
Meski mengalami peningkatan, Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah tetap mengelola utang secara hati-hati atau sesuai dengan koridor yang telah ditentukan dan berkelanjutan.
Beberapa upaya yang dilakukan adalah melalui pendalaman pasar dalam negeri sehingga cost of fund (biaya dana) dari penerbitan utang lebih kompetitif dan efisien. Selain itu, pemerintah akan memperkuat peran Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana abadi dan Special Mission Vehicles (SMV) Kementerian Keuangan, di antaranya PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), hingga Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
Ia juga mewaspadai tingkat imbal hasil Surat Utang Negara (SUN), salah satunya rencana perubahan kebijakan negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS). Adapun tingkat bunga SUN tenor 10 tahun pada tahun 2022 diproyeksikan sebesar 6,32-7,27%.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah terus bersinergi dengan otoritas moneter dan jasa keuangan dalam memantau dan mengambil langkah-langkah kebijakan secara antisipatif dan terkoordinasi. Salah satu langkah sinergi dengan otoritas lain seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah terkait dengan pendalaman dan pengembangan pasar keuangan.
"Pasar keuangan yang dalam, aktif, dan likuid akan menjadi sumber pembiayaan yang stabil, efisien, dan berkesinambungan. Hal ini akan meminimalkan dampak risiko volatilitas aliran modal investor asing terhadap yield SUN," ungkapnya.(dtf)