Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pengusaha tergabung dalam Asosiasi Peritel Merek Global Indonesia (Apregindo) meminta pemerintah berhati-hati terkait rencana penerapan kebijakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard untuk produk garmen impor. Pengusaha meminta agar kebijakan itu dilakukan secara tepat sasaran.
Ketua Umum Apregindo Handaka Santosa menjelaskan, wacana kebijakan itu diterapkan untuk melindungi usaha mikro kecil menengah (UMKM). Namun, dia mengatakan, germen bermerek bukanlah pesaing dari UMKM.
"Jadi kalau Anda sekarang ke Tanah Abang itu garmen-garmen dari Cina banyak sekali. Tetapi, garmen yang bermerek itu bukan merupakan pesaing garmen lokal itu yang harus dibedakan," katanya kepada detikcom, Jumat (11/6/2021).
Dia mencontohkan, produk seperti Hugo Boss dan Chanel yang memiliki harga hingga puluhan juta per itemnya. Jelas, kata dia, produk-produk tersebut bukan pesaing produk lokal. Dia pun meminta agar pemerintah tepat sasaran dalam menerapkan kebijakan tersebut.
"Jadi maksud saya, kenakan safeguard, kenakan bea masuk tapi khusus produk garmen yang harganya menjadi pesaing produk kita yang murah-murah. Dan itu barang bisa murah masuk ke Indonesia kan bisa dianalisa," katanya.
"Jadi saya bilang tolong tepat sasaran, bukan spesifik. Garmen yang diimpor dengan massal, bayangin jualan jilbab di Tanah Abang Rp 8.000. Loh mana bisa sih memproduksi, nah itu yang dikenai," tambahnya.
Menurutnya, jika barang bermerek ikut dikenakan bea masuk maka barang itu akan semakin mahal. Padahal, produk-produk tersebut merupakan pelengkap shopping toursim.
Kemudian, jika produk-produk menjadi lebih mahal maka bisa jadi produk ini tidak masuk lagi ke Indonesia.
"Terus yang kedua, pendapat saya, produk-produk garmen impor yang merek itu kan harganya lebih mahal, entah Zara, entah itu Hugo Boss, tentunya kan ini menjadi pelengkap shopping tourism destination. Katanya wisata belanja, katanya shopping destination, tapi kalau nggak ada barang-barang gimana, barang itu kalau naik tentunya pembeli jadi turun, ada kemungkinan barangnya juga nggak masuk Indonesia lagi," paparnya.(dtf)