Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Siapa yang tak kenal dengan pempek? Makanan khas Palembang ini memiliki bahan khas berupa ikan belida yang kini mulai langka.
Kelangkaan ini dikonfirmasi dengan masuknya ikan belida dalam kategori hewan yang dilindungi. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 1 tahun 2021.
Menurut Dr Dina Muthmainnah peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan, penurunan populasi ikan belida disebabkan oleh beberapa hal. Mulai dari aktivitas penangkapan lebih (overfishing), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan perubahan kondisi lingkungan perairan.
"Karena sistem, pendataan kita di perairan darat (sungai, danau dan rawa-red) itu belum bagus. Hanya mencatat apa yang terjual di pasar atau data produksi," ujarnya pada detikcom.
Tahun 2000 Ditjen perikanan mencatat produksi tahunan ikan belida di Indonesia terus mengalami penurunan. Tahun 1991 ada 8.000 ton ikan belida yang tercatat dalam penangkapan. Jumlah ini menurun menjadi 5.000 ton di tahun 1995 dan 3.000 ton di tahun 1998.
"Sejalan hal tersebut, produksi tahunan ikan belida di Sungai Kampar juga mengalami penurunan, yaitu 50 ton (2003), 30 ton (2004), 20 ton (2005), 9 ton (2006) dan 7.6 ton (2007)," dia menerangkan.
Produksi belida di Riau tahun 2003 dan 2007 menunjukkan penurunan yang signifikan yaitu dari 50,2 ton menjadi 7,6 ton.
"Masyarakat menganggap mengkonsumsi jenis makanan ini merupakan prestise, oleh karena itu permintaan ikan belida terus meningkat dari tahun ke tahun," kata dia.
Adanya permintaan ikan belida di Kota Palembang untuk industri rumah tangga yaitu sekitar 200 kg/hari dan untuk ikan konsumsi 40 kg/hari. Sedangkan di tahun 2019 mencapai 2 ton per bulan.
"Data tersebut diduga masih underestimate karena belum memperhitungkan pengumpul yang langsung menjemput hasil tangkapan ke lokasi. Mungkin lebih dari data-data tersebut karena sistem pendataan yang belum meliputi semua hasil tangkapan ikan belida dari alam," dia menjelaskan.
Hal lain yang mempengaruhi turunnya populasi belida adalah fekunditasnya. Fekunditas adalah kemampuan untuk bereproduksi.
"Patin sekali bertelur bisa ribuan, kalau ikan belida cuma 200-puluhan. Matangnya tidak serentak, jadi benihnya ya sedikit," kata dia.
Masuknya ikan belida dalam kategori ikan yang dilindungi sudah sesuai dengan adanya kajian panjang dan lama yang dihasilkan dari banyak penelitian. Tak hanya dari KKP, tapi juga LIPI dan tingkat universitas.
"Saat ini masih banyak yang belum tahu mengenai KEPMEN ini, untuk itu perlu disosialisasikan dan melakukan pengawasan," tutur Dina.(dtt)