Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Perang Ukraina dan Rusia ikut memicu krisis pada sektor ekonomi. Beberapa komoditas yang berhubungan dengan Rusia dan Ukrania naik harganya dan bisa jadi menciptakan kenaikan harga di tingkat di konsumen.
Namun, Mahmud Syaltout, Dosen Paramadina Graduate School of Diplomacy menilai masih ada sisi harapan untuk mendulang keuntungan di tengah konflik yang terjadi. Indonesia menurutnya juga bisa mendulang keuntungan tersebut.
Menurutnya, konflik Russia dan Ukraina telah menaikkan harga beberapa komoditas. Khususnya minyak, gas bumi, perak, emas, nikel, dan alumunium, serta beberapa mineral lainnya seperti palladium, dan lain-lain. Masalah kenaikan komoditas energi diakuinya Indonesia pasti terdampak, namun keuntungan bisa didapatkan Indonesia dari komoditas lain yang harganya meroket.
Mahmud menilai Indonesia saat ini dikenal sebagai negara penghasil emas, perak, alumunium dan nikel yang saat ini juga ikutan naik pasca meningkatnya eskalasi konflik Russia dan Ukraina. Optimalisasi perdagangan komoditas-komoditas tersebut dinilai Mahmud dapat membuahkan hasil positif bagi Indonesia.
"Jika kita bisa mengoptimalkan peluang ini, ekonomi kita bukan hanya selamat dari ancaman defisit karena dampak naiknya harga migas, tapi juga bisa untung besar," ungkap Mahmud dalam keterangan tertulis notulen diskusi Twitter Space bersama Didiek J. Rachbini, dikutip Minggu (27/2/2022).
Tapi, Mahmud menyatakan ada syarat yang mesti dilakukan untuk memaksimalkan potensi keuntungan tersebut. Hal itu adalah hilirisasi agar komoditas yang berpotensi untung tadi mendapatkan nilai tambah.
"Namun, untuk mendapatkan untung besar, perlu strategi yang jitu terkait pertambangan, baik di hulu maupun hilirnya, termasuk tentu saja terkait pembangunan smelter dan lain-lainnya. Di sini lah, Politik Bebas Aktif Indonesia menemukan relevansi dan signifikansinya," ungkap Mahmud.
Lebih lanjut, Mahmud sendiri tak menampik Indonesia sebagai negara net importir minyak bumi, dapat terkena dampak harga minyak dan gas bumi yang semakin tinggi pasca meningkatnya eskalasi konflik Rusia vs Ukraina.
"Jika tidak disiasati betul, dengan adanya economic shock terhadap APBN karena Pandemi COVID-19, maka harga minyak dan gas yang tinggi akan semakin membebani APBN kita. Pertumbuhan ekonomi kita yang lumayan membaik tahun 2021, bisa jadi terdampak," papar Mahmud.(dtf)