Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
BEBERAPA ahli menyebutkan anak adalah investasi. Sunarti (2004) dalam tulisannya menyatakan bahwa kualitas anak menjadi cerminan kualitas bangsa dan peradaban dunia.
Meskipun beberapa ahli lain berpendapat tidak demikian, sebab anak tidak bisa disamakan dengan aset. Namun jika melihat bagan transisi demografi, tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas anak pada hari ini akan menjadi gambaran sumber daya manusia pada satu masa yang akan datang.
Suatu negara yang memiliki generasi anak yang berkualitas hari ini akan berpeluang besar mendapatkan potensi sumber daya emas pada beberapa tahun ke depan. Sehingga tidak heran jika pemerintah menyusun berbagai kebijakan terkait anak.
Dalam hal mempersiapkan generasi emas Indonesia Tahun 2045, pemerintah telah menyusun satu kebijakan terkait anak usia dini dalam Peraturan Presiden No 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI) sebagai salah satu upaya dalam mempersiapkan generasi unggul sejak dini. Dalam praktiknya, ada tujuh aspek yang menjadi sasaran kebijakan tersebut, yaitu pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan, dan kesejahteraan. Namun, kenyataannya kebijakan tersebut belum menjamin hak-hak anak Indonesia hari ini.
Pendidikan Anak
Tahun 2021, survei yang dilakukan BPS menyimpulkan masih terdapat 1 dari 4 anak yang duduk di kelas 1 SD/sederajat tidak pernah mengikuti PAUD. Pendidikan prasekolah ini tidak bisa dianggap angin lalu, karena faktanya tahapan ini menjadi bekal anak dalam memasuki tahapan pendidikan sekolah dasar (SD/sederajat) dan menjadi instrumen untuk menilai sejauh mana anak mempersiapkan dirinya ketika akan menuju jenjang pendidikan dasar.
Artinya, masih ada anak Indonesia yang tidak memiliki bekal tersebut saat menempuh pendidikan dasar. Padahal sasaran global SDGs juga menjamin bahwa setiap anak, baik itu laki-laki maupun perempuan, setara dan sama-sama memiliki akses terhadap pengasuhan anak usia dini dan pendidikan prasekolah, sehingga mereka siap untuk mendapatkan pendidikan dasar.
Belum lagi kalau kita lihat bagaimana pandemi Covid-19 menghantam anak-anak dengan keterbatasan sarana dan prasarana penunjang pendidikan. PBB menyebutkan ada 463 juta anak di dunia tidak punya akses internet untuk melakukan pembelajaran secara daring.
Sementara di Indonesia, diperkirakan adanya tambahan anak putus sekolah yang signifikan akibat keterbatasan akses pendidikan, baik akibat guncangan ekonomi yang melanda rumah tangga, maupun karena fasilitas internet yang tidak memadai.
Kesehatan dan Pengasuhan Anak
Salah satu indikator yang dapat menjadi potret kesehatan anak adalah angka stunting. Angka stunting menggambarkan kekurangan gizi kronis dan kesakitan pada anak dalam 1000 hari pertama kelahirannya. Indonesia boleh berbangga hati karena berhasil menurunkan angka stunting sebesar 1,6 persen, dari 27,7 persen di Tahun 2019 menjadi 24,4 persen di Tahun 2021.
Namun angka tersebut masih jauh dari target 14 persen di Tahun 2024. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, karena faktanya BPS juga mencatat 3 dari 10 anak usia dini di Tahun 2021 mengalami keluhan kesehatan, dimana 3,31 persen dari yang mengalami keluhan kesehatan tersebut tidak mendapatkan tindakan pengobatan apapun.
Perlindungan dan Kesejahteraan Anak
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan beberapa bentuk perlindungan terhadap anak diantaranya adalah kepemilikan akta kelahiran, upaya jaminan kesehatan, dan perlindungan khusus terhadap anak.
Sayangnya, BPS tahun 2021 mencatat 81,11 anak usia dini di Indonesia belum memiliki akta kelahiran. Padahal pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk percepatan kepemilikan akta kelahiran bagi penduduk yang tinggal di wilayah 3T (Wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar) serta kelompok penduduk marjinal. Pemerintah juga menjamin pembuatan akta kelahiran tidak dikenai biaya atau gratis.
Seharusnya bukan menjadi masalah bagi masyarakat untuk memenuhi administrasi kelahiran anak. Kecuali jika kenyataannya jaminan yang dijanjikan oleh pemerintah, tidak terealisasi dengan baik.
Program Keluarga Harapan (PKH) yang diharapkan banyak menyasar keluarga dengan anak usia dini, faktanya di Tahun 2021 hanya terdapat 13,07 persen rumah tangga dengan anak usia dini yang mendapatkannya. Lagi-lagi sangat disayangkan, BPS mencatat masih ada 1,69 persen kelompok rumah tangga dengan tingkat pengeluaran tinggi yang menerima PKH.
Kita dipaksa menutup mata pada sebagian besar rumah tangga miskin dan memiliki anak usia dini yang belum mendapatkan bantuan PKH tersebut.
Dari sisi perlindungan anak terhadap ancaman berbagai kejahatan pun kita masih lemah. Berapa banyak kasus pelecehan seksual terhadap anak yang malah terjadi di lingkungan yang seharusnya paling berperan dalam melindungi mereka.
Belum lagi kasus kejahatan terhadap anak yang tidak terkuak karena lemahnya posisi anak sebagai korban. Survei Sosial Ekonomi di Bulan Maret 2021 memberikan fakta bahwa hanya 29,30 persen kejadian kejahatan terhadap anak yang dilaporkan ke polisi, sisanya memilih untuk tidak melaporkan kejadian kejahatan yang dialami anak-anaknya.
Selamat(kan) Anak Indonesia
Belum terlambat bagi kita untuk memperbaiki kondisi kualitas anak-anak kita hari ini. Pemerintah harus bersinergi dengan kolaborasi yang serius antar instansi. Setiap kebijakan dan strategi yang dikeluarkan harus direalisasikan bersama dan dievaluasi dari pusat hingga ke daerah.
Jangan sampai strategi yang digaungkan hanya ramai di level atas, namun lemah saat eksekusinya ada di lembaga yang berhubungan langsung dengan penduduk seperti desa, RT, RW, dan sebagainya. Elemen masyarakat baik dari tingkat desa, RT, RW, hingga keluarga inti, harus sama-sama serius dalam menjamin terpenuhinya hak anak.
Mungkin kesadaran kita baru sebatas kehidupan orang dewasa pada hari ini saja. Tapi sekali lagi, pada anak-anak kita hari ini, akan kita titipkan bangsa ini. Kondisi kehidupan kita pada masa depan itu ada di tangan mereka, anak-anak kita. Selamat hari anak, anak-anak Indonesia!
====
Penulis Statistisi Ahli Muda di Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Asahan. Lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta Tahun 2011, kemudian melanjutkan di Magister Kependudukan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, lulus di tahun 2019. Berdomisili di Kisaran, Sumatra Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]