Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MEI 2024 menjadi peringatan 25 tahun peristiwa reformasi, sebagai momentum bersejarah yang tidak terlepas dari memburuknya kondisi perekonomian nasional akibat krisis monoter sejak 1997, dengan ketimpangan ekonomi terburuk yang dampaknya masih dirasakan hingga saat ini.
Reformasi 1998 bukanlah momentum yang lahir dengan tiba- tiba, tapi merupakan akumulasi berbagai situasi yang dimulai sejak awal kehadiran orde baru setelah peristiwa 1965/66, yang mengaminkan berbagai pelanggaran HAM terhadap masyarakat yang dituding bagian dari kaum komunis.
Pembiaran pelanggaran HAM sejak awal pemerintahan orde baru ternyata terus terjadi, sehingga banyak menimbulkan luka sejarah dan korban seperti Operasi militer Aceh, Papua dan Timor Timur, Penembakan Misterius (Petrus) terhadap para preman atau pria bertato, Peristiwa Talang Sari dan Tanjung Priok, penculikan para aktivis pro-demokrasi, dan lainnya.
Dengan menganut paradigma pembangunanisme berbasis stabilitas keamanan sebagai koreksi terhadap orde lama yang menjadikan politik sebagai panglima, misi pembangunanisme justru menjadi ladang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang didominasi keluarga dan kroni (isteri, anak, menantu, saudara dan orang dekat) mengisi berbagai jabatan negara hingga menguasai pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi.
Dalih stabilitas keamanan digunakan untuk pelaksaanan dwifungsi ABRI, yang terlihat dari keberadaan fraksi ABRI di legislatif, dominasi para perwira ABRI di jabatan publik dari pusat hingga ke daerah, dari BUMN hingga BUMD, sehingga militerisme berbau otorarianisme sangat terasa dalam masa orde baru.
BACA JUGA: Politik Uang dan Pembusukan Demokrasi
Keterpurukan ekonomi akibat praktek KKN, pembungkaman demokrasi dan pelanggaran HAM selama pertengahan hingga ujung masa orde baru, akhirnya melahirkan semangat dan perlawanan untuk mendorong agenda reformasi
Penguapan Substasi Reformasi
Peringatan 25 tahun reformasi banyak dilakukan dibeberapa kota dalam bentuk seremoni dan refeleksi tentang mimpi wajah demokrasi yang berkualitas, pemimpin lembaga negara yang memiliki integritas, KKN yang tercabut hingga ke akar-akarnya dan penghormatan terhadap HAM.
Karena secara substansi reformasi menuntut terlaksananya demokrasi berkualitas tinggi, yang tidak berhenti pada kebebasan hak memilih dan dipilih, tapi bergerak pada demokrasi ekonomi untuk mengatasi ketimpangan kondisi perekonomian, sebagai perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat sebagai cita-cita konstitusi
Yakni meletakkan kembali semangat para Founding of Father yang mengambil bentuk Negara Republik atau res-publica (segala usaha negara yang ditujukan kepada kepentingan dan kesejahteraan publik), sehingga orientasi utama setiap pemerintahan harus tertuju pada kedaulatan, pelayanan publik dan kepentingan publik.
BACA JUGA: Ketimpangan Ekonomi dan Politik Uang
Dalam literatur tentang negara Republik dalam “The Classical Republicans: An Essay in the Recovery of a Pattern of a Thought in Seventeenth-Century England” dengan jelas menegaskan tentang substansi negara republik, yaitu negara yang melayani urusan publik, melayani rakyat, mengutamakan kepentingan umum, kepentingan rakyat banyak dan mendengarkan aspirasi rakyat.
Sayangnya, setelah 25 tahun reformasi berlalu, harus diakui untuk kebebasan hak politik mengalami kemajuan yang cukup memuaskan, namun tujuan kebebasan untuk mendorong demokrasi atau pemerataan ekonomi justru seperti tidak mengalami perubahan mendasar
Karena tujuan sejati reformasi untuk mewujudkan keadilan sosial dan memajukan kesejahteraan umum, justru menguap dalam demokrasi politik yang penuh intrik, persinggungan sentimen dan penghalalan segala cara untuk perebutan kekuasaan pemerintahan.
Persoalan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang menjadi persoalan sejak awal reformasi ternyata hingga saat ini belum menunjukkan perubahan yang signifikan, walaupun pemerintah selalu menyatakan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, namun ketimpangan akses pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi antara masyarakat lokal dan pengusaha besar (investasi) justru mengemuka
Termasuk ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, penyediaan kesempatan dan jaminan pekerjaan yang merata dan layak, hingga belum maksimalnya peningkatan akses terhadap pendidikan, kesehatan dan layanan publik di daerah-daerah terpencil banyak yang belum teratasi
BACA JUGA: Apa Kabar Revolusi Mental?
Terlihat dari data kemiskinan 26,36 juta orang yang berada di bawah garis kemiskinan, dengan angka pengangguran yang terus bertambah, bahkan 59% pengangguran adalah generasi berusia muda (BPS, September 2022).
Keterbukaan kran demokrasi dalam reformasi yang melahirkan pemilu langsung dengan sistim multi partai dan proposional terbuka, justru menjadi masalah baru, karena mendorong kompetisi personal diinternal partai dan antara partai politik hingga menjadikan praktek demokrasi seolah menjadi pasar bebas yang berbiaya tinggi
Praktek politik uang dalam setiap pemilihan kepala pemerintahan dan legislatif kemudian menjadi gerbang kembalinya ketimpangan penguasaan ruang pengambil kebijakan, sehingga yang terjadi adalah penyatuan kepentingan kekuatan ekonomi dan politik, yang akhirnya menghambat pemerataan atau demokrasi ekonomi seperti masa orde baru
Demokrasi berbiaya tinggi inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab menguapnya substasi agenda reformasi karena semakin merajalelanya praktek korupsi, dimana Wakil Ketua KPK mengatakan ada 429 kepala daerah hasil Pilkada yang terjerat kasus korupsi, belum lagi anggota DPR, rektor dan aparat penegak hukum.
Bahkan dalam 20 tahun terakhir praktek KKN semakin merajalela dalam birokrasi dan politik, begitu juga praktek pragmatisme atau oportunisme, sehingga secara kasat mata sangat terlihat politik transaksional dan kekerabatan, yang menghilangkan mimpi reformasi birokrasi dan merit system sebagai salah satu kunci penting perubahan layanan publik.
Sementara indeks hak azasi manusia juga masih merah dibawah 35, banyak peristiwa pelanggaran HAM masa lalu tidak terselesaikan dan dipertanggungjawaban secara komprehensif, termasuk indeks demokrasi dilevel flawd democracy (demokrasi cacat) dengan skor dibawah 70 dengan rapot merah kebebasan sipil 59 (The Economist,2022).
Setelah 25 tahun reformasi utang indonesia juga semakin membengkak hingga Rp7.733,99 triliun (Kemenkeu,2023), dengan angka pertumbuhan ekonomi masih 5% dan kalah dibandingkan Filipina yang mencapai 7%, Vietnam 13% dan Malaysia 14%.
Sementara disektor hukum kepercayaan masyarakat juga nyaris runtuh akibat kasus suap dan korupsi yang menyeret mulai dari Hakim Agung, Aparat Kejaksaan hingga Kepolisian seperti kasus Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa, seolah menggambarkan subur dan tingginya budaya korupsi dalam lembaga hukum
BACA JUGA: Demokrasi Tanpa Konsepsi
Walaupun sudah banyak perbaikan peraturan dan undang–undang serta sistem hukum selama masa reformasi, namun persoalan mentalitas tetap menyebabkan terjadinya praktek rekayasa pasal, manipulasi barang bukti dan berbagai modus lainnya yang menurut Prof. Mahfud menjadikan hukum sebagai industri yang bisa diperdagangkan.
Mengembalikan Substansi Reformasi
Berbagai persoalan yang seharusnya menjadi agenda utama reformasi namun ternyata tumbuh subur selama 25 tahun reformasi, terutama perilaku para politisi, pejabat publik dan penegak hukum yang seolah tidak memiliki rasa malu walaupun terindikasi terlibat kasus seolah tetap jumawa dengan alasan praduga tidak bersalah, tanpa beban pertanggungjawaban moral menjadi tontonan minusnya kualitas etika dan moralitas dimasa reformasi
BACA JUGA: Runtuhnya Moralitas Sebuah Bangsa
Maka menjadi sesuatu yang penting bagi seluruh elemen untuk membangun ulang kesadaran tujuan reformasi dalam seluruh sendi kehidupan pribadi, umum dan penyeleggaraan negara, yang tidak hanya bertumpu pada hukum, namun kesadaran pada kepatutan dan kelayakan berdasarkan etika dan moralitas yang pernah menjadi kritik pada orde baru
Merefleksikan adalah melaksanakan evaluasi tindakan politik dan penyelenggaraan negara, dengan mengukur indikator kemajuan reformasi terutama tentang pemberantasan KKN, Penegakkan hukum yang berintegritas dan berkeadilan, hingga demokrasi ekonomi untuk kemajuan kesejahteraan umum
Tanpa adanya upaya evaluasi dan koreksi perjalanan 25 tahun reformasi maka kesalahan generasi 66 yang melahirkan orde baru bukan tidak mungkin terjadi, sehingga reformasi 98 bukan tidak mungkin dianggap sama dengan orde baru 1966 dengan style yang berbeda.
===
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Inspirasi (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]