Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pada Senin, 3 Juli 2023 yang lalu, orang tua saya akan pulang dari Penang, Malaysia menuju Medan, Indonesia. Perjalanan ini dalam rangka, pulang pegobatan akibat pembengkakan kaki Orang tua saya sehingga harus melakukan medical check up di Penang. Di dalam perjalanan pulang ini, Orang tua saya memilih untuk menaiki pesawat Citilink dengan nomor penerbangan QG-515. Berangkat pada tanggal yang sama, 3 Juli 2023 pukul 12.30 waktu Penang, Malaysia.
Semua mekanisme dan prosedur yang diperlukan sejak di bandara Penang International Airpot sudah dilakukan orang tua saya dengan baik.
Termasuk proses check-in dan pemeriksaan paspor. Namun layanan mulai mengecewakan saat orang tua saya yang sedang sakit tengah berada di dalam pesawat.
Ketika sedang antri di dalam pesawat--sebelum duduk, orang-tua saya (ayah) memohon kepada seorang pramugara di dalam pesawat Citilink QG-5151 yang tepat berada di sebelahnya.
Pramugara itu sedang tidak melakukan aktivitas apapun—sehingga dimintai tolong oleh ayah saya untuk membantu mengangkatkan tas ke dalam kabin pesawat.
Ayah saya memohon karena kakinya yang sedang sakit, akibat adanya pembengkakan sehingga membutuhkan bantuan.
Menurut cerita ayah saya, dia sudah meminta bantuan dengan sopan dan demi mencegah antrian duduk yang terlalu panjang sehingga ia memerlukan bantuan memasukkan tas ke atas kabin.
Sedihnya, pramugara tersebut menolak, dengan berdiri saja memperhatikan ayah saya yang sedang sakit untuk mengangkat tas sendiri.
Padahal situasinya sudah berada di dalam pesawat. Bahkan dengan tidak sopannya, pramugara tersebut mengatakan bahwa, “Itu (mengangkat tas ke atas kabin), bukan taggung jawab saya”.
Jawaban pramugara tersebut sempat mengagetkan para penumpang lain yang ada di dalam pesawat.
Kemudian, dengan sabar ayah saya yang sedang sakit itu kembali memohon untuk dibantu. Namun sekali lagi, pramugara yang sehat dan tegap itu menolak, dengan berkata, “Itu bukan tanggung jawab saya, angkat saja!”.
Jawaban yang cukup menyedihkan. Ayah saya sebagai orang tua, akhirnya dengan kesusahan mengangkat tas sendiri, lalu kembali mengingatkan Pramugara tersebut, dengan bertanya, “Lalu tugas saudara apa di dalam pesawat?”
Sedihnya, pramugara itu memilih pergi tanpa ada niat untuk berbaikan atau meminta maaf. Seakan menganggap tidak ada peristiwa apapun yang sedang terjadi.
Ayah saya sedang sakit waktu itu. Berita ini saya dapatkan setelah orang tua saya berada di rumah karena saya tidak dapat ikut membawa orang tua ke Penang.
Jika mengetahui perlakuan yang tidak layak ini, sudah pasti saya sendiri yang akan membantu orang tua saya. Paling tidak, para penumpang yang lainnya menyaksikan sendiri arogansi yang ditunjukkan oleh kru yang ada di dalam pesawat. Tentu sangat tidak patut untuk diulangi dilain waktu demi kebaikan bersama.
Jawaban yang disampaikan seorang pramugara, dengan mengatakan bahwa dirinya tidak berkewajiban membantu seorang bapak yang sedang sakit untuk mengangkat tas ke atas kabin pesawat, serta menyaksikan kesulitan orang tua untuk mengangkat tas itu tanpa melakukan sedikitpun upaya tindakan belas kasih, jelas perbuatan demikian tidak dapat diterima dari berbagai aspek; mulai dari norma sosial masyarakat, hingga legalitas hukum mengenai kewajiban kru pesawat terbang.
Etika masyarakat timur dengan sangat jelas merestui tindakan untuk menolong orang-tua, entah dalam keadaan apapun selama ada kesempatan.
Terlebih seorang yang kurang sehat sangatlah patut ditolong. Sayangnya, tanggung jawab moral tersebut tidak dikerjakan dengan baik oleh pemberi layanan.
Lagi pula, kru pesawat setidaknya harus menyadari bahwa mayoritas penumpang di dalam pesawat tentu saja orang-orang yang sedang sakit, yang harus berobat ke Penang.
Kru pesawat, termasuk pramugara atau bahkan pramugari tujuan Penang atau pulang dari Penang perlu memiliki kepekaan geografis serta perlakuan khusus dengan mengetahui psikologis para penumpang yang mayoritas melakukan destinasi untuk tujuan berobat/sedang proses pengobatan.
Selain itu, sesuai legalitas hukum yang mengatur, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan disebutkan pula bahwa; keamanan dan kenyamanan penumpang patut menjadi prioritas dan para kru pesawat terbang yang profesional tentu saja sudah selayaknya mengetahui hal ini.
Misalnya, di Pasal 53 UU No. 1/2009 Tentang Penerbangan dikatakan, setiap orang dilarang menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan/atau penduduk atau ‘mengganggu keamanan dan ketertiban umum’ atau merugikan harta benda milik orang lain. Itu berarti, setiap kru pesawat termasuk pramugara, berkewajiban untuk mendukung ketertiban umum di dalam pesawat.
Kemudian di Pasal 54 poin e; disebutkan bahwa setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan, dilarang melakukan ‘perbuatan yang mengganggu ketentraman’. Selain itu, secara spesifik terkait kru pesawat terbang, seharusnya memiliki kompetensi untuk menjalankan kewajibannya membantu para penumpang yang dibuktikan dengan adanya sertifikat kompetensi. Kompetensi yang dimaksud di antaranya; persyaratan administratif, sehat jasmani dan rohani, memiliki sertifikat kompetensi dan lulus ujian yang diperoleh dari pelatihan atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga yang terakreditasi (pasal 58 UU No.1/2009 Tentang Penerbangan).
Personel pesawat udara yang telah memiliki lisensi, tentu diwajibkan untuk melaksanakan pekerjaannya, mempertahankan kemampuan yang dimiliki dan melaksanakan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Apabila ada pelanggaran dari kewajiban personel pesawat udara ini maka perlu dikenakan sanksi administratif berupa; a. Peringatan, b. Pembekuan lisensi, c. Pencabutan lisensi (pasal 59 UU No.1/2009 Tentang Penerbangan). Sehingga dengan jelas dapat diketahui bahwa mengabaikan permohonan penumpang, terlebih dengan perbuatan yang kurang sopan jelas telah bertentangan dengan legalitas hukum yang meminta agar kru pesawat dapat pula kooperatif demi kebaikan bersama.
Demikian Surat Pembaca ini saya sampaikan, agar para pengunjung yang memakai jasa layanan Citilink khususnya yang sedang berobat ke Penang mendapatkan pelayanan yang lebih baik kedepannya, melalui perlakuan para pramugara maupun pramugari yang lebih berorientasi pada kebutuhan konsumen dibandingkan kebutuhan komersil belaka. Atas perhatianya, melalui surat ini kami mengucapkan: terima kasih.
Pengirim: Yohansen Wyckliffe Gultom MIP
Isi Surat Pembaca sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected] dengan menyebutkan identitas diri (nama, pekerjaan, tempat tinggal) dan melampirkan KTP/SIM) atau surat identitas diri yang sah.