Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
WARGA negara manapun di dunia ini pasti memiliki keinginan untuk hidup nyaman dan sejahtera, apapun suku, agama, pekerjaan, latar belakang, atau karakteristik lainnya. Kehidupan yang terjamin tersebut tidak hanya dirasakan untuk saat ini, namun keyakinan untuk kehidupan di masa depan.
Tidak ada kekhawatiran bagi anak cucunya untuk melanjutkan hidup. Sesederhana hidup sebagai bagian dari satu ekosistem negara yang diayomi dengan baik oleh pemerintahannya saat ini dan nanti. Negara hadir sebagai pelaksana ketertiban, perlindungan, peradilan, dan pencipta kemakmuran dan kesejahteraan.
Cita-cita good governance di Indonesia muncul sejak era reformasi, dimana Indonesia telah mengalami fase kesulitan dalam menangani masalah-masalah yang ditinggalkan oleh pemerintahan di masa orde baru.
Indonesia punya cita-cita mewujudkan good governance dimana pemerintah, warga negara, dan sektor swasta berkolaborasi dan sepakat untuk menyelenggarakan tata kelola negara yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
BACA JUGA: Perempuan dan Pembangunan
Kolaborasi tersebut tentunya dikelola oleh pemerintah sebagai fungsi penyelenggara negara. Dari sisi pemerintahan sendiri, good governance ditandai dengan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan transparan. Dengan pengelolaan tersebut, harapannya apapun yang pemerintah kerjakan akan selalu berorientasi pada sebesar-besarnya kualitas kehidupan dan kesejahteraan warga negaranya.
Sejauh ini, tampak seperti mimpi-mimpi yang utopis ya good governance itu?
Tentu saja tampak utopis jika kita tidak menggunakan data dalam melihatnya. Dalam upaya mengukur sejauh mana good governance tidak hanya sekedar impian utopis, Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga negara penyelenggara perstatistikan di Indonesia hadir untuk mengurai salah satu proses perwujudan good governance tersebut, melalui pembinaan statistik sektoral.
Statistik sektoral adalah statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi pemerintah tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan tugas pembangunan instansi pemerintah yang bersangkutan tersebut. Reformasi birokasi sebagai salah satu upaya mewujudkan good governance mengharapkan outcome pembangunan dari lembaga pemerintah.
Dalam prosesnya, setiap lembaga pemerintahan harus mampu memberikan kontribusi nyata pada pembangunan. Dengan adanya statistik sektoral, masing-masing instansi pemerintahan memiliki alat untuk merencanakan, mengeksekusi, hingga mengevaluasi kontribusi tersebut.
Presiden Jokowi pernah dalam salah satu pidatonya menyebutkan bahwa data adalah jenis kekayaan baru, dimana saat ini data adalah new oil, bahkan lebih berharga dari minyak.
Pernyataan ini bukan bualan, sebab kualitas dan ketersediaan data menjadi kunci pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasinya. Tanpa data yang valid, perencanaan pembangunan tentu tidak akan berjalan baik.
Tanpa data yang valid pula, kita tidak bisa melihat apakah pembangunan tersebut berhasil atau tidak. Sedemikian berharganya data, sehingga seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi instansi dan lembaga pemerintahan memiliki data sektoralnya masing-masing.
BACA JUGA: Menelisik Kesejahteraan Petani
Tata kelola pemerintahan yang baik juga ditandai dengan birokrasi yang agile, menyesuaikan dengan gesit keberadaan program dan kegiatannya untuk mendorong percepatan program prioritas presiden.
Tanpa kesiapan data sektoral lembaga pemerintahan tentu saja hal ini mustahil untuk dilakukan. Tuntutan untuk menghasilkan data sektoral bukan hanya agar kita dapat mengukur kontribusi nyata pada masing-masing lembaga pemerintahan terhadap pembangunan, namun juga sebagai bentuk tanggung jawab dalam penggunaan anggaran dengan efektif dan efisien.
Dalam menghasilkan data sektoral ini, BPS sebagai pembina data statistik akan menilai sejauh mana kematangan penyelenggaraan statistik sektoral lembaga pemerintahan.
Tentu saja penilaian ini juga akan diikuti dengan berbagai upaya peningkatan penyelenggaraan statistik sektoral tersebut. Penilaian ini nantinya akan menghasilkan angka Indeks Pembangunan Statistik (IPS) yang berkaitan dengan ukuran capaian reformasi birokrasi.
Pada akhirnya penilaian tersebut menjadi salah satu bagian dalam mengukur sejauh mana impian good governance Indonesia. Sejauh mana pemerintahan kita berproses untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik tersebut. Dengan demikian, good governance di Indonesia tidak lagi tampak seperti impian yang utopis.
====
Penulis Statistisi Ahli Muda di Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Asahan
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]