Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Yogyakarta. Apabila Anda berwisata ke Yogyakarta, maka tidak sah jika Anda belum berkunjung mencicipi sate klatak Pak Keru, yang berada di Kampung Jati, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.
Warung milik Keru Fahrurozi yang berdiri sejak tahun 2005 ini tak sekadar menyajikan sate biasa, melainkan sebuah karya seni kuliner dengan keunikan luar biasa. Tusukan sate klatak bukanlah bambu biasa, melainkan jari-jari motor.
"Mengapa jari-jari motor? Agar matangnya meresap dengan merata hingga ke dalam,"ungkap Keru.
Pintu warung ini terbuka mulai pukul 17.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB, mengundang penikmat kuliner merasakan kelezatan yang tak tertandingi.
Harga sate klatak begitu terjangkau, cukup dengan Rp 25.000, Anda bisa menikmati 3 tusuk sate. Bagi yang ingin pengalaman lebih lengkap, tersedia paket komplit dengan harga Rp 30.000.
Keunikan lainnya terletak pada cara penyajian sate ini. Dengan menggunakan tusuk sate yang lebih panjang dari biasanya, Keru memberikan sensasi berbeda kepada para pengunjung. Sate klatak yang tergantung di atas bara api membentuk pemandangan yang memukau dan menggugah selera.
Tusukan sate yang panjang memberikan nuansa tradisional yang kental, dan api yang membara di bawahnya menciptakan atmosfer yang magis. Dari sekian banyaknya pengunjung yang datang, mereka rela mengantri untuk mendapatkan sate klatak.
Salah satu pelanggan setia, Mas Renaga, memberikan kesaksian akan kenikmatan sate ini. "Rasa yang luar biasa, daging kambingnya empuk, dan sambal kacangnya sungguh menggoda selera,"katanya.
Warung ini bukan hanya tempat makan, melainkan sebuah perjalanan kuliner yang tak terlupakan. Dibalut dalam keindahan, sate klatak menjadi bagian integral dari kisah kuliner Yogyakarta. Tusukan dari jari-jari motor membawa cerita panjang, menciptakan harmoni rasa yang memenuhi lidah.
Di sini, di antara gemerlap dan kesejukan Yogyakarta, sate klatak hadir sebagai surga rasa bagi para penikmat kuliner yang mencari pengalaman tak terlupakan. Nikmati setiap gigitan, sambil menyelami kisah dan keindahan Yogyakarta yang tak berkesudahan.
Keru, pria yang tekun dan penuh semangat, tidak hanya sekadar seorang penjual sate. Ia adalah pewaris sebuah warisan kuliner yang telah melintasi generasi. Setiap malam, aroma harum dari arang yang membara dan daging sate yang terpanggang sempurna melambai di udara, memikat hati setiap pengunjung.
Sate klatak, dengan cita rasa yang khas, menjadi simbol kebersamaan dan kehangatan. Di sekitar meja-meja kayu yang sederhana, cerita-cerita hidup bermekaran seperti bunga-bunga di musim semi. Pelancong yang datang dari penjuru dunia, pekerja kantoran yang lelah, dan pelajar yang mencari pelarian dari kesibukan, semua bersatu di bawah payung rasa yang diciptakan oleh tangan ulung Pak Keru.
Sate klatak Pak Keru adalah jendela yang membuka cakrawala rasa dan kebersamaan. Di antara canda tawa dan cerita di warung sederhana ini, tercipta kenangan yang akan terukir dalam ingatan. Sebuah perjalanan panjang yang dimulai dari setiap tusukan sate, mengantar kita pada pengalaman yang menggugah selera dan jiwa.
Dan ketika malam berganti pagi, lampu-lampu kecil di warung Pak Keru akan terus menyala, menerangi jejak langkah para pelancong yang meninggalkan jejaknya di sana. Sate klatak, bukan hanya sekadar makanan, tetapi warisan rasa dan kisah yang terus hidup, dipersembahkan dengan cinta dan kehangatan
Dan akhirnya warung sate klatak Pak Keru ini menjadi ramai sampai sekarang berkat dari keunikan cara penghidangan, dan berbeda dari sate-sate yang lainnya. Bukan hanya itu saja, sekarang warung ini jadi tempatnya anak-anak muda berkumpul Untuk melakukan kegiatan atau adanya sebuah perkumpulan karena tempatnya yang sangat strategis. (Liputan Ventila Wahyu Meilani, mahasiswa Akademi Komunikasi Radya Binatama Yogyakarta).