Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sejak lama Toshiba dikenal sebagai salah satu raksasa elektronik global berkat berbagai macam produk yang diluncurkannya mulai dari TV, mesin cuci, kulkas, dan masih banyak lagi. Namun kejayaannya kini sudah pudar hingga perusahaan itu harus 'meninggalkan' bursa saham Jepang.
Melansir dari pemberitaan BBC, Sabtu (24/2/2024), Toshiba secara resmi melakukan delisting atau keluar dari bursa saham Tokyo pada akhir 2023 kemarin. Padahal salah satu perusahaan tertua dan terbesar di Jepang ini sudah melantai di bursa saham selama 74 tahun terakhir.
Hal ini dilakukan Toshiba atas keputusan sejumlah investor yang telah membeli saham perusahaan dalam jumlah besar dan menjadi pemegang saham mayoritas. Investor yang dimaksud adalah sebuah konsorsium yang dipimpin oleh Japan Industrial Partners (JIP) dengan kepemilikan 78,65% di perusahaan tersebut.
Lantas, kok bisa perusahaan raksasa ternama ini jatuh hingga harus hengkang dari bursa saham Jepang?
Masih dalam pemberitaan BBC, kejatuhan Toshiba diawali dugaan tindakan malpraktik keuangan di berbagai divisi Toshiba pada tahun 2015. Raksasa elektronik ini dituduh telah melebih-lebihkan laporan keuntungan sebesar US$ 1,59 miliar selama tujuh tahun.
Kasus ini tentu sediki banyak mempengaruhi citra perusahaan di mata investor. Sebagai perusahaan publik, citra perusahaan terhadap investor dan masyarakat merupakan salah satu hal yang penting karena dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan di bursa.
Tidak berhenti di sana, pada akhir 2016 Toshiba sempat melakukan investasi dengan mengambil ahli sebuah proyek pengembangan pembangkit listrik bertenaga nuklir (PLTN) yang dikerjakan oleh AS Westinghouse Electric.
Sayang, hanya berselang tiga bulan sejak pengambilalihan Westinghouse mengajukan kebangkrutan dan membuat harapan Toshiba membangun bisnis PLTN runtuh. Bak jatuh tertimpa tangga, saat itu perusahaan harus menelan kerugian hingga US$ 6 miliar.
Untuk menghindari kebangkrutan, Toshiba lantas menjual berbagai lini bisnisnya mulai dari telepon seluler, alat-alat medis, dan barang-barang elektronik kebutuhan rumah tangga lainnya.
Pada saat banyak perusahaan-perusahaan besar dunia sedang berinvestasi besar-besaran untuk pengembangan teknologi dan inovasi, Toshiba saat itu malah harus menjual berbagai macam aset berharganya untuk mendapatkan uang tunai. Bahkan saat itu mereka harus menjual bisnis chip memori yang dianggap sebagai aset berharga dalam portofolio perusahaan.
Singkat cerita, di luar penjualan tadi Toshiba berhasil mendapatkan suntikan dana sebesar US$ 5,4 miliar pada akhir tahun 2017 dari investor luar negeri. Kondisi ini membantu perusahaan terhindar dari penghapusan paksa (forced delisting) dari bursa saham Negeri Sakura saat itu.
Namun, masuknya dana tambahan justru menimbulkan polemik baru di antara pemegang saham mayoritas perusahaan. Perselisihan pemegang saham yang berlarut-larut ini pun akhirnya mengakibatkan usaha produksi baterai, chip, serta peralatan nuklir dan pertahanan milik Toshiba lumpuh.
Belum lagi pada 2020, Toshiba kembali tertangkap tangan melakukan tindakan maladministrasi keuangan terkait tata kelola perusahaan dan cara pengambilan keputusan pemegang saham.
Kemudian, pada investigasi tahun 2021 menemukan adanya kolusi oleh Toshiba dengan kementerian perdagangan Jepang, yang memandang Toshiba sebagai aset strategis untuk menekan kepentingan investor asing. Hasil temuan ini tentu membuat para investor asing tidak yakin untuk berinvestasi di perusahaan Jepang.
Tidak lama setelahnya, para pemegang saham mulai melakukan perdebatan mengenai apakah perusahaan tersebut harus dipecah menjadi perusahaan-perusahaan kecil. Akhirnya Toshiba pun membentuk sebuah komite untuk menjajaki apakah perusahaan tersebut dapat dijadikan perusahaan swasta.
Singkat cerita, alih-alih dipecah, sebagian besar saham Toshiba akhirnya dibeli oleh konsorsium yang dipimpin oleh JIP tadi dengan nilai transaksi mencapai US$ 14 miliar. Atas keputusan JIP inilah akhirnya Toshiba melakukan delisting secara sukarela dari bursa saham Tokyo.(dtf)