Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
BARU-BARU ini saya cukup gusar. Lantaran, adanya salah satu daerah di Sumatera Utara yang mengundang tokoh agama tertentu, yang diduga mampu melakukan doa penyembuhan. Hanya dengan tumpangan tangan, maka orang yang lumpuh menurut ceritanya akan dapat berjalan. Persis seperti narasi yang dituliskan di dalam Alkitab.
Namun kemudian, pada saat hari H ibadah penyembuhan berlangsung, mungkin sekitar 4-5 ribu orang berdatangan dari berbagai daerah ke acara penyembuhan itu.
Akhirnya, hanya sebagian yang dilayani oleh tokoh agama ini, hingga kemudian beliau pamit untuk pulang ke penginapan. Banyak masyarakat dari berbagai daerah yang sakit, pincang, mengenakan kursi roda, tidak ikut terlayani dan merasa kecewa akan kejadian ini.
Sebagian besar dari mereka yang sakit itu, pulang masih dengan penyakit yang sama. Lalu, ada pula yang akhirnya harus tidur di trotoar jalan, karena mereka tidak tahu harus menginap di mana.
Sebagian besar masih merasakan sakit. Intinya tidak banyak orang yang terlayani dengan baik. Meski keesokan paginya ada dibuat pertemuan singkat dengan sebagian kecil orang. Namun banyak yang tidak terlayani dan akhirnya pulang ke tempat asalnya yang jauh.
BACA JUGA: Memahami Cinta dan Kematian
Jika melihat narasi yang ada di dalam Alkitab, peristiwa sebelumnya sangat berbeda denga isi Firman Tuhan. Orang yang baru saja disembuhkan Yesus biasanya akan meluap-luap kegirangan dan mereka semua sembuh.
Ya, mereka ‘semua sembuh’ (Matius 15:30-31). Lalu, mereka yang sembuh itu berlari kemudian ke berbagai desa dan kota untuk segera melayani Tuhan, menceritakan penyembuhan yang baru saja dilakukan Yesus dan meluap-luap akan rasa bahagia (Matius 8:15, Matius 8:32, Matius 9:7, Matius 20:34, Markus 7:36).
Sebaliknya, hal yang terjadi saat ini sangat berkebalikan. Banyak yang tidak terlayani, tidur di jalan dengan perasaan sedih. Yang didoakan di momen acara penyembuhan, seakan merasa kesulitan saat hendak berjalan dari kursi rodanya. Wajahnya seperti menahan rasa sakit yang tidak diungkapkan dengan terus terang.
Sepulang dari acara penyembuhan, alih-alih sibuk melayani Tuhan seperti di dalam Alkitab, pasien yang telah didoakan itu justru harus dirawat lagi di rumah.
Bagaimana catatan medisnya? Tidak banyak yang berani memeriksakan dirinya lagi ke rumah sakit, meski seperti seakan sembuh ketika tampil di acara doa penyembuhan itu.
Dengan tidak adanya catatan medis, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah mengikuti kebaktian penyembuhan sekalipun; belum dapat dikatakan sembuh.
Tentu bukan berarti mukjizat itu tidak ada. Saya sendiri percaya adanya mukjizat, selama bukti medis juga mendukung kesembuhan dari pasien yang bersangkutan.
Penganut agama Abrahamik tentu mengakui dan mengimani adanya mukjizat. Keberadaan mukjizat ini memang terjadi karena iman akan kuasa Tuhan yang menyembuhkan.
BACA JUGA: Seorang Anak Kecil dan Kakek Tua: Sebuah Ulasan tentang Kekuasaan
Seperti dikatakan di Markus 5:34b; “Imanmu telah menyelamatkan engkau”. Iman secara pribadi kepada Tuhan-lah yang menyembuhkan seseorang.
Yesus sendiri pun mengatakan bahwa sulit sekali seorang nabi melakukan mukjizat di kampung halamannya karena ketidakpercayaan mereka kepada Tuhan.
Ketiadaan iman mereka kepada Tuhan membuat mereka tidak dapat sembuh. Namun perlu diingat pula bahwa konteks Alkitab tentu perlu dipahami secara utuh. Jangan setengah-setengah!
Di dalam surat Yakobus misalnya, dikatakan pula bahwa, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”. (Yakobus 2:26 TB). Iman harus diiringi dengan perbuatan-perbuatan yang nyata.
Dengan demikian, tentu dapat dipahami bahwa orang yang beriman kepada Tuhan juga harus melakukan perbuatan-perbuatan sebagai wujud dari imannya kepada Tuhan. Orang yang pergi ke rumah sakit juga tentu saja merupakan wujud dari imannya pula kepada Tuhan.
Bukan berarti meminta doa penyembuhan atau berdoa secara pribadi kepada Tuhan merupakan perbuatan yang tidak perlu untuk dilakukan, tentu saja hal ini perlu dilakukan.
Namun demikian, narasi Alkitab mengatakan bahwa semua orang yang datang untuk meminta penyembuhan dari Yesus mengalami kesembuhan. Sebaliknya, apa yang kita hadapi akhir-akhir ini?
Malahan banyak orang yang sakit justru terlantar di pinggir jalan karena tidak terlayani, atau dalam bahasa yang lebih terus terang dapat dikatakan, “tidak mengalami kesembuhan.” Tetu kita harus dengan hati-hati dan membandingkannya dengan isi Firman Tuhan.
Lagi pula, Paulus juga mengalami kesesakan dan mengalami penderitaan yang cukup hebat. Namun Tuhan tidak berkeinginan menyembuhkannya (2 Korintus 12:7). Tujuannya apa? Agar dengan demikian Tuhan bisa memakai Paulus secara lebih luas lagi.
BACA JUGA: Epikurianisme, Stoikisme dan Kekristenan Mengenai Kesenangan
Di dalam penderitaannya, Paulus juga dapat dikatakan mengalami kesembuhan karena Tuhan sedang membentukny, untuk semakin mengandalkan Tuhan lewat peristiwa yang sedang dialaminya.
Ini pun definisi kesembuhan. Paulus memiliki hati yang sembuh. Kesembuhan hati yang menjadi milik Kristus, ternyata jauh lebih utama dan penting. Seperti apa yang dialami Pulus. Namun Tuhan juga berbelas kasih, Dia tidak ingin anak-anak-Nya menderita, seperti seorang janda yang pendarahan 12 tahun. Karena imannya, dia sembuh.
Kesembuhan bukan hanya terbebas soal penyakit jasmani. Namun jauh daripada itu, kesembuhan merupakan soal keleluasaan Tuhan berotoritas atas hidup seseorang.
Keberserahan seseorang untuk semakin merelakan hidupnya dipimpin oleh Tuhan. Biarlah Tuhan semakin besar, dan kita semakin kecil (Yohanes 3:30). Inilah wujud dari kesembuhan yang sesungguhnya.
Namun ada kalanya, Tuhan juga berbelas kasih untuk melakukan penyembuhan dari penyakit jasmani agar yang bersangkutan ikut memuliakan Tuhan.
Izinkan saya menyimpulkan argumentasi ini; 1) Catatan medis melalui pemeriksaan dokter merupakan bukti dari kesembuhan. Itu sebabnya, silahkan memeriksakan diri kembali ke dokter sekalipun telah mendapatkan layanan penyembuhan.
Jika catatan medis menyatakan telah sembuh baru doa penyembuhan itu dapat dinyatakan telah berhasil menyembuhkan 2) Dengan pergi ke dokter, atau rumah sakit, merupakan wujud dari iman pula kepada Tuhan. Baik pergi menemui hamba Tuhan, maupun ke rumah sakit, keduanya merupakan wujud dari iman kita kepada Tuhan. Seperti narasi yang dituliskan Yakobus sebelumnya,
3) Mukjizat jangan hanya dipahami ketika seseorang tiba-tiba sembuh dari penyakit. Tidak! Orang yang sebelumnya mengalami sakit, lalu Tuhan sembuhkan lewat perawatan medis dan obat-obatan, hal ini juga merupakan mukjizat.
Dari keadaan sakit, lalu menjadi sembuh dengan adanya proses pengobatan dalam rentang waktu tertentu juga merupakan mukjizat dari Tuhan. Karena setiap kesembuhan datangnya dari Tuhan. Tuhan dapat memakai cara apapun untuk menyembuhkan, termasuk dengan medis dan pengobatan rumah sakit.
Dari fenomena-fenomena seperti yang telah di sampaikan di awal cerita, saya hanya ingin menyampaikan tiga hal penting bahwa sebagai rekomendari; Pertama, katekisasi ataupPendidikan theologia jemaat perlu untuk dilakukan secara masif.
Saya secara pribadi, sebagai penganut theologia Lutheran menganjurkan kepada segenap pihak agar segenap kita perlu memahami dogmatika dan studi biblika yang baik sesuai Firman Tuhan.
Dengan demikian, baik forum gereja-gereja di Indonesia perlu berdialog satu sama lain mengenai hal ini, demi kebaikan dan kesehatan theologis dan jasmani jemaat-jemaat gereja di seluruh Indonesia.
Kedua, baik gereja, pemerintah dan masyarakat perlu memperhatikan dan menghidupi secara seimbang pelayanan doa yang sungguh-sungguh serta sesuai firman Tuhan dan juga mempercayai sepenuhnya pelayanan medis dari rumah sakit, puskesmas, klinik dan tempat lainnya yang teruji secara ilmiah. Tuhan pun mampu bekerja lewat pelayanan medis seperti ini.
BACA JUGA: Suatu Pelajaran dari Kisah Cinta yang Telah Berakhir
Ketiga, rumah sakit perlu memperbaiki performa, kualitas pelayanan dan kesahihan diagnosa. Dokter perlu mendiagnosa secara akurat. Jangan sekadar melihat gejala, lalu buru-buru memberikan obat. Tentu saja perlu uji laboratorium.
Itu sebabnya, tidak heran kenapa masyarakat kita banyak yang menikmati pelayanan medis ke luar negeri. Baik itu ke Penang, Singapura, Australia dan tempat-tempat lainnya. Karena mereka melakukan diagnosa secara hati-hati, sistematis dan uji laboratorium yang teliti.
Mungkin saja karena banyak masyarakat merasa tidak terlayani dengan baik secara medis, akhirnya mereka mencari alternatif-alternatif yang belum tentu teruji kebenarannya. Semoga hal ini dapat kita renungkan bersama!
====
Penulis adalah penikmat kajian agama, politik, filsafat dan sejarah.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, merupakan pendapat pribadi/tunggal) penulis, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto penulis (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]