Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Dalam rekaman telepon antara Kamaludin dengan eks hakim konstitusi Patrialis Akbar terdapat sejumlah istilah yang digunakan untuk membahas perkembangan uji materi terkait UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dimulai dari istilah grosiran, sandal jepit, kereta belum berangkat hingga Ahok.
"Kenapa menyebut Basuki Hariman dengan menggunakan Ahok?" tanya ketua majelis hakim Nawawi Pamolango di PN Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta, Senin (31/7).
"Yang Mulia, yang saya kenal itu Pak Basukinya," jawab Kamaludin.
Majelis hakim masih mencecar Kamaludin dengan alasan menggunakan istilah Ahok untuk menyebut nama Basuki Hariman. Kamaludin beralasan yang memulai istilah tersebut bukan dirinya melainkan Patrialis.
"Yang mulai kan bukan saya," jawab Kamaludin.
"Saya ingatkan saudara di bawah sumpah. Apakah saksi sengaja menyamarkan (pembicaraan)?" tanya Nawawi.
"Yang Mulia, yang memulai bukan saya. Saya hanya memahaminya saja, " jawab Kamaludin.
Kamaludin beralasan dirinya hanya langsung memahami konteks istilah yang digunakan oleh Patrialis. Majelis hakim kembali menegaskan jawaban Kamaludin.
"Sudah sangat memahami ya," tanya Nawawi.
"Paham Pak," jawab Kamaludin.
Percakapan telepon antara Kamaludin dan Patrialis itu tak semuanya diperdengarkan oleh jaksa. Beberapa istilah muncul saat Kamaludin menjelaskan konteks pembicaraan yang dipertanyakan oleh jaksa.
Salah satunya istilah grosiran yang digunakan untuk menyebut, Lukas, pengacara yang disarankan Patrialis untuk mendekati hakim terkait uji materi di MK. Kamaludin menanggapi spontan dengan menyebut timnya kelas 'sandal jepit'.
"Kejadian itu malam hari saat saya makan di Seribu Rasa. Pak Patrialis hubungi saya tanyakan apakah yang diusulkan untuk gunakan saudara Lukas bisa disetujui. Saat itu ada istilah saya juga tidak tahu muncul istilah gosiran itu. 'Oh kita kelasnya bukan seperti itu, kita kelasnya sandal jepit'. Itu spontanitas kita komunikasi saat itu," jelas Kamaludin.
Kemudian jaksa mencecar Kamaludin alasan menyebut grosir untuk Lukas yang akhirnya ditanggapi dengan gawat. Kamaludin menyebut istilah gawat untuk menyebut jasa Lukas yang tak sesuai dengan budget Basuki Hariman.
"Gawat itu maksudnya mahal, besar, ya nggak sesuai apa yg dipersiapkan Pak Basuki, " kata Kamaludin
"Apanya?" tanya jaksa lagi.
"Tidak sesuai yang dipersiapkan Pak Basuki. Pokoknya Pak Basuki kenal menyampaikan nggak usahlah. Gawat itu pak, kita kan kelasnya sendal jepit. Itu spontan istilah saya untuk menganalogikan grosiran," jawab Kamaludin.
Tak hanya itu ada juga istilah lampu hijau dan lampu kuning yang digunakan Kamaludin untuk menyinggung pembahasan permohonan uji materi terkait impor daging di MK.
"Karena dalam telepon (Pak Basuki) selalu menanyakan perkembangan uji materi," kata Kamaludin.
"Kalau tidak salah dengan lampu hijau dan kuning," tanya jaksa.
"Lampu hijau artinya jangan mau kalah kita harus menang. Pakai simbol hijau pak. Kalau kuning saya nggak tahu apakah mungkin maksudnya ragu-ragu," jawab Kamaludin.
Kemudian percakapan Patrialis dengan Kamaludin juga menggunakan istilah 'kereta belum berangkat' untuk menyebut belum putusnya permohonan uji materi di MK terkait UU no 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal itu terungkap ketika Kamaludin ditanya jaksa soal duit Rp 2 miliar yang akan disetor Basuki untuk mendekati hakim MK.
"Besoknya, saya dihubungi Pak Patrialis bahwa putusan tidak jadi dibacakan istilahnya 'kereta nggak jadi berangkat'. Kemudian malam itu saya hanya menyampaikan ke Pak Basuki bahwa putusan tidak jadi dibacakan. Kemudian Pak Basuki agak marah, 'kalau begini ceritanya seperti yang sebelumnya bisa batal lagi. Ini sudah saya siapkan'," cerita Kamaludin.
"Waktu itu saya bicara nggak berani. Karena pemahaman saya takut gagal lagi maka hari itu saya tidak menanyakan soal uang dan menyampaikan informasi," sambung Kamaludin. (dtc)