Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Serikat Pekerja (SP) PT JICT melaporkan seluruh jajaran direksi PT JICT atas dugaan tindak pidana ketenagakerjaan ke Bareskrim Polri. Sekretaris Jenderal SP JICT Firmansyah mengatakan pelaporan ini dilakukan karena pihak manajemen melakukan tindakan sewenang-wenang kepada 490 pekerja.
Adapun ke-490 pekerja tersebut mendapatkan surat peringatan (SP) 2, sehari setelah mogok massal. Sebelumnya, sebanyak 541 pekerja juga sempat mendapatkan SP 1 karena ikut mogok kerja sejak 4 hingga 7 Agustus 2017. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/896/IX/2017/Bareskrim.
"Ya benar, semua direksi PT JICT karena adanya tindakan menghalang-halangi aksi mogok dan adanya aksi pembalasan dari Pihak JICT yang mengeluarkan SP 1, SP 2," ujar Firmansyah kepada wartawan di gedung Bareskrim Polri, Jalan Merdeka Timur, Selasa (5/9/2017).
SP 2, dikatakan Firmansyah, dikeluarkan karena pihak manajemen beralasan aksi mogok yang dilaksanakan pada 3-7 Agustus 2017 tidak sah. Padahal Dinas Ketenagakerjaan menyatakan aksi mogok sah hingga dicapai kesimpulan pada pengadilan hubungan industrial.
"Mereka mengeluarkan SP berdasarkan asumsi," tegas Firmansyah.
Saat ini, kata Firmansyah, para pekerja masih tetap bekerja. Hanya, aktivitas mereka belum normal karena masih ada dermaga yang disewakan ke terminal peti kemas lain. Pun, sebanyak 16 pekerja lainnya dimutasi ke departemen yang belum memiliki job desk yang jelas.
Seperti diberitakan sebelumnya, HR JICT memberikan SP 2 kepada sekitar 490 pegawai JICT dengan alasan mengulangi aksi mogok kerja terhitung pada 4-7 Agustus 2017.
Dengan diterbitkannya SP 2, maka 490 pegawai JICT dikenai penangguhan promosi atau kenaikan jabatan, pemotongan gaji pokok 10% selama masa berlaku sanksi, dan pengurangan bonus produksi maksimal 30%. SP 2 ini berlaku selama 5 bulan, terhitung sejak diterbitkan pada 7 Agustus 2017.
Ratusan pekerja PT JICT melakukan mogok kerja menuntut hak mereka, yakni tambahan bonus tahunan, perjanjian kerja bersama (PKB), dan program tabungan investasi (PTI). Para pegawai juga menganggap perpanjangan kontrak JICT antara PT Pelindo II dan Hutchison Port Holding hingga 2039 terindikasi merugikan keuangan negara sebesar US$ 360 juta atau sekitar Rp 4,08 triliun. (dtc)