Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Bank Dunia mencatat pertumbuhan riil konsumsi non pemerintah (private consumption) di triwulan II-2017 di level 5%, sama dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan konsumsi tersebut dianggap menjadi pemberat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Data tersebut disampaikan oleh Bank Dunia di depan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam dalam acara Indonesia Economic Quarterly Closing The Gap di Energy Building, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Mendengar hal itu, Sri Mulyani merespon dengan menyebut bahwa data hasil analisa yang disajikan Bank Dunia itu belum jelas. Dia meminta Bank Dunia agar menyajikan data serta usulan bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Issue mengenai consumption yang juga World Bank pun belum tahu kenapa itu menjadi salah satu yg penting. Datanya mengatakan apa, fenomenanya apa yang harus kita perhatikan, bagaimana policy reaksinya," tuturnya.
Untuk memberikan rekomendasi tersebut menurut Sri Mulyani dibutuhkan analisa data yang lebih mendalam. Dia menilai Bank Dunia belum bisa menyajikan itu.
"Itu tergantung bagaimana analisa datanya dan nampaknya bahkan World Bank juga masih perlu membutuhkan pemahaman karena kalau dari faktor-faktor yang mempengaruhi consumption mereka menyebut dalam laporannya mustinya preparable. Mungkin perlu untuk diteliti lebih jauh mengenai consumption pattern-nya, pola konsumsi di rumah tangga," imbuhnya.
Dalam pidatonya, Sri Mulyani juga menantang Bank Dunia agar menyajikan data-data dari negara lain yang telah sukses menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebab dia tidak mempungkiri jika ingin sukses Indonesia juga harus belajar dari pengalaman negara lain.
"Tugas saya sebagai Menteri Keuangan yang kerjaannya belanja, bukan belanja baju tapi belanja ide dan pengalaman negara lain. Jadi saya tanya ke World Bank bisakah Anda melihat negara lain di dunia yang bisa menjadi contoh terbaik buat kami. Saya tidak bisa datang ke satu negara, itu menghabiskan biaya dan waktu. Padahal Bank Dunia punya 186 member negara," tukasnya. (dtf)