Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Dwi Hartanto mengaku mendapatkan beasiswa dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) untuk kuliah di Technische Universiteit Delft di Belanda. Pihak Kemenkominfo membenarkan hal tersebut.
"Benar, Dwi Hartanto terima beasiswa pada 2007," kata Kepala Biro Humas Kemenkominfo, Noor Iza, Minggu (8/10) malam.
Noor Iza mengatakan, Kemenkominfo memang secara rutin memberikan beasiswa kepada mahasiswa secara rutin. Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa terlebih dahulu melewati tahap seleksi.
"Biasanya Kemenkominfo berikan beasiswa lewat seleksi. Untuk kuliah di dalam dan luar negeri," ujarnya.
Dwi adalah mahasiwa doktoral dari Indonesia yang menuntut ilmu di negeri Belanda yakni di Technische Universiteit (TU) Delft. Selama ini kabar mengenai Dwi lekat dengan cerita manis mulai mengenai pretasinya dalam membuat Satellite Launch Vehicle/SLV (Wahana Peluncur Satelit) sampai menang di Kompetisi Antar-Space Agency Luar Angkasa. Muncul juga klaim bahwa dia mengantongi paten di bidang di bidang spacecraft technology.
Dwi juga mengklaim pernah memenangi riset pesawat jet tempur. Dia selanjutnya membuat cerita bertemu dengan Presiden ke-3 RI BJ Habibie. Tak tanggung-tanggung, pertemuan itu awalnya disebut dia atas inisiasi Habibie karena dia telah riset pesawat tempur tersebut.
Dia juga meluruskan soal adanya tawaran dari Belanda untuk mengganti paspor atau kewarganegaraannya. Dia pun mengaku, biaya kuliahnya di Belanda dikeluarkan oleh Kemenkominfo.
"Tidak benar bahwa Belanda menawarkan saya untuk mengganti paspor atau kewarganegaraan. Tidak benar bahwa riset saya menggarap bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, ESA (European Space Agency), NASA, JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency), serta Airbus Defence," kata Dwi, dalam surat pengakuan bermaterai dan ditandatangani, seperti dikutip Minggu (8/10).
"Tidak benar bahwa saya terlibat dalam penyempurnaan teknologi pesawat tempur Eurofighter Typhoon generasi anyar milik Airbus Defence. Tidak benar bahwa saya telah mengantongi tiga paten di bidang spacecraft technology. Tidak benar bahwa kuliah program Master (S2) saya dibiayai oleh pemerintah Belanda. Kuliah S2 saya di TU Delft dibiayai oleh beasiswa yang dikeluarkan oleh Depkominfo, Republik Indonesia," pungkas Dwi.
Namun, Dwi telah mengakui hal tersebut sebagai kebohongannya. Hal ini disampaikannya dalam sebuah tulisan yang berjudul 'Klarifikasi dan Permohonan Maaf' seperti dikutip dari situs resmi PPI Delft.
Kebohongan ini terbongkar ketika muncul dokumen 'investigasi mandiri' mengenai klaim prestasi-prestasi Dwi Hartanto yang selama ini muncul di permukaan. Dokumen investigasi itu menepis mentah-mentah klaim Dwi Hartanto mulai dari pertemuan dengan BJ Habibie, latar belakang S1 sampai prestasi di bidang antariksa.
KBRI Deen Haag mencabut penghargaan yang diberikan kepada Dwi Hartanto berdasarkan Keputusan Kepala Perwakilan RI untuk Kerajaan Belanda Nomor SK/029/KEPPRI/IX/2017 tentang Pencabutan Keputusan Kepala Perwakilan RI untuk Kerajaan Belanda SK/023/KEPPRI/VIII/2017 tentang penghargaan kepada DR. IR Dwi Hartanto.
Kini, Dwi Hartanto harus menanggung imbas dari kebohongannya mengenai aneka prestasi mentereng di bidang antariksa. Dia menjalani serangkaian sidang etik yang diselenggarakan di kampus Delft, Belanda.
"Saat ini, dimulai pada tanggal 25 September 2017, pihak TU Deflt melakukan serangkaian sidang kode etik terhadap saya, berkaitan dengan informasi-informasi yang telah sampai ke mereka," kata Dwi.
(dtc)