Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Permasalahan kemudahan berusaha di Indonesia menjadi fokus pemerintah untuk mendorong perekonomian nasional yang saat ini belum bisa berlari kencang. Proses perizinan menjadi salah satu kendala pemerintah mengakomodir para investor yang sudah mengantre ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada pejabat pemerintah khususnya di daerah tidak sembarang membuat aturan. Jika ingin membuat aturan harus sejalan dengan kebijakan di pusat.
"Sebab itu seluruh provinsi, kabupaten dan kota, kalau masing-masing mengeluarkan aturan sendiri-sendiri, mengeluarkan regulasi sendiri, standar-standar nya dia sendiri sendiri apalagi prosedur-prosedur sendiri sendiri, tanpa koordinasi tak ada harmonisasi, yang terjadi adalah fragmentasi," kata Jokowi saat Rapat Percepatan Pelaksanaan Kemudahan Berusaha di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (23/1/2018).
"Kita bukan menjadi sebuah pasar besar di pasar nasional pasar tunggal yang besar tetapi terpecah menjadi pasar yang kecil-kecil, sebanyak 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota dan itu bukan menjadi sebuah kekuatan kita. kekuatan kita ini adalah sebuah pasar tunggal yang besar yaitu pasar nasional, di situlah kita akan kehilangan daya saing," ungkap dia.
Jokowi menyebutkan, indeks daya saing atau competitiveness nasional menjadi sangat berpengaruh terhadap realisasi investasi. Saat ini, berdasarkan hitungan World Economic Forum (WEF) peringkat daya saing Indonesia di 36. Peningkatan peringkat karena market size Indonesia sangat besar.
Namun jika faktor market size dikeluarkan dari hitungan tersebut, maka daya saing Indonesia akan ada di peringkat 50.
"Artinya apa, kalau bukan karena pasar nasional kita yang besar daya saing kita akan jauh lebih rendah," tambah dia.
Oleh karenanya, Jokowi mengingatkan kepada seluruh kepala daerah untuk tidak asal menerbitkan peraturan atau kebijakan. Dirinya tidak ingin pasar Indonesia yang besar harus terpecah karena aturan atau kebijakan yang tidak harmonis antara pusat dan daerah.
"Itu lah yang juga dirasakan oleh investor. Bahwa dari sisi regulasi saat mereka urus di pusat dan dilanjutkan ke daerah, seperti masuk ke daerah yang lain. Kenapa tidak bisa segaris, mestinya sama ini kita dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia mendadak kaya masuk ke negara lain. Ini bahaya persepsi itu muncul di sini ada Perda ini nggak muncul lagi seperti ini kok beda semuanya dan inilah yang ingin kita perbaiki solusinya dengan single submission," ujar dia.
"Kita duduk untuk berkoordinasi untuk membuat harmonisasi sehingga menyatukan pasar besar kita dalam satu kesatuan dalam sebuah destinasi investasi nasional dengan aturan main dengan perizinan, dengan undang-undang, Perda yang Inline, satu garis," tutup dia. (dtc)