Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Semarang. Dua remaja berusia 15 tahun melakukan hal keji dengan membunuh driver taksi online di Semarang. Perilaku mereka sangat dipengaruhi oleh lingkungan karena sudah memasuki usia dimana mereka sedang mencari jatidiri.
Tidak ada yang menyangka memang jika IB dan TA yang masih duduk di kelas X SMK menjadi tersangka pembunuhan. Psikolog Rs Elizabeth Semarang Probowatie Tjondronegoro mengatakan anak-anak usia mereka merasa 'kiamat' jika tidak memiliki grup atau kelompok, sehingga remaja rela melakukan apapun demi mendapatkannya.
"Lingkungan sangat berpengaruh bagi mereka. Meskipun alim, kemudian ketemu anak nakal dan tidak bisa ikut geng, itu menurut mereka 'kiamat'. Kalau enggak ikut (nakal) dibilang banci. Lama-lama jadi pola dan perilaku," kata Probo saat dihubungi detikcom, Rabu (24/1/2018).
Hal itu, lanjut Probo, tidak hanya berlaku bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu, bahkan anak-anak dari keluarga kaya pun bisa mengalaminya. Terlebih lagi jika mereka jarang berkomunikasi dengan orang tua dan keluarga di rumah.
"Di rumah tidak ada model panutan, atau mungkin hubungan dengan orangtua tidak terjalin karena sibuk. Komunikasi di rumah tidak jalan, orangtua hanya bisa melarang tanpa ada solisi, akhirnya mereka mencari jati diri ke luar," tuturnya.
Jika sudah menemukan tempat yang mau mengakui dirinya, maka lingkungan apapun itu, maka remaja akan menjalaninya termasuk lingkungan "rusak" sekalipun.
"Kalau orangtua melarang apa-apa, serba salah dan tidak diperhatikan, maka mereka akan mencari tempat yang memperhatikan mereka," jelas Probo.
Secara psikologis, usia 15 atau 16 tahun sudah bukan akan kecil yang nakal saat ini dan besok sembuh. Namun tingkah polahnya sudah mulai tertanam sehingga lingkungan sangat berpengaruh.
"Anak 15-16 tahun itu perilakunya sudah tertanam, tidak hanya saat ini nakalnya. Mereka tapi belum memiliki kontrol, tidak tahu manajemen waktu, manajemen keuangan, takut kehilangan teman," tegasnya.
Oleh sebab itu pemegang peran pertama agar anak-anak berperilaku baik tentu saja keluarga. Para orangtua harus menjadi teman, jangan hanya menuntut sesuatu tanpa memberikan solusi.
"Ayolah para orangtua, rembugan dengan anak. Bukan soal kuantitasnya, tapi kualitas. Jadi rumah sebagai tempat minggat jika anak ada masalah, bukan minggat meninggalkan rumah," katanya.
Jika sudah kejadian dan kini mereka harus menjalani proses hukum, Probo menyarankan agar jangan kucilkan mereka tapi direhabilitasi dan yang bisa melakukannya adalah orangtua.
"Ya mereka memang salah, tapi carikan solusi. Jangan sampai mereka merasa dibuang, jangan dikucilkan karena kalau dikucilkan justru semakin menjadi-jadi. Orangtua mulailah perhatian, tanya apa kemauannya. Mungkin saja, mereka tidak bermaksud membunuh," tutup Probo. (dtc)