Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Fenomena gerhana bulan dalam masyarakat tradisi nusantara memiliki ceritanya tersendiri. Dalam masyarakat tradisi Jawa, gerhana bulan telah menjadi sebuah foklore. Diceritakan, menghilangnya bulan dalam beberapa saat karena disantap oleh seorang raksasa jahat bernama Batara Kala.
Suatu ketika Batara Kala pergi ke surga untuk mengambil air tirta. Upaya itu tidak sepenuhnya berhasil karena kemudian Dewa Wisnu menebas leher raksasa itu. Namun sayangnya, air itu telah sempat terminum. Hal itu membuat kepala Batara Kala tetap hidup abadi. Kepala itulah yang melayang-layang di angkasa. Saat gerhana bulan masyarakat tradisi Jawa percaya kepala itulah yang telah menelan bulan.
"Masyarakat tradisi Jawa di masa lalu meyakini cerita itu. Sehingga ketika ada gerhana bulan maupun matahari mereka akan bersorak-sorak sambil memukul-mukul benda itu memunculkan bunyi-bunyian untuk menggagalkan kepala raksasa yang akan menelan bulan itu," kata salah seorang budayawan Jawa, Sugeng Satya Dharma kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (31/1/2018).
Sugeng menambahkan, itulah sebabnya mengapa ketika gerhana bulan maupun matahari anak-anak dilarang keluar. Begitu juga dengan ibu hamil. Mereka takut kepala raksasa itu akan memangsa mereka.
"Kalau ibu hamil dilarang, untuk mencegah agar bayi yang akan dilahirkannya kelak tidak cacat," kata Sugeng.
Cerita tentang gerhana bulan ini telah menjadi inspirasi dalam pewayangan. Meski di luar pakem, cerita ini telah dianggap cerita wajib yang harus diketahui setiap dalang.
"Kini cerita tentang gerhana bulan itu tidak sekadar mitos belaka, namun menjadi inspirasi kreatif orang Jawa. Salah satunya dengan mengangkatnya ke dalam pertunjukan wayang," jelasnya.