Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara yang melakukan aksi di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Selasa (6/2/2018) juga menyoal tentang keterlibatan TNI dalam pengamanan unjuk rasa.
Dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara Polri dengan TNI itu, intinya Polri memeberi ruang kepada TNI untuk terlibat dalam hal pengamanan menghadapi unjuk rasa dan mogok kerja.
Hal itu kemudian menjadi salah satu issu yang dikritik oleh pengunjuk rasa dari FSPMI. Mereka menilai dengan adanya MoU tersebut mengindikasikan kembali berlakunya dwifungsi Abri yang jelas-jelas telwh dihapuskan pada tahun 2001.
"Kami menolak keterlibatan TNI yang kembali mengamankan unjuk rasa dengan disepakatinya MoU antara Polri dan TNI. Bukankah dwifungsi Abri sudah di cabut di era reformasi," ujar Kordinator Aksi Tony Rickson Silalahi
Buruh menilai MoU yang dibuat oleh Kapolri dengan Panglima TNI tentang "perbantuan TNI kepada Polri dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat" sangat bertentangan dengan konstitusi.
"MoU tersebut adalah kebijakan yang otoriter, anti demokrasi, dan merupakan pelanggaran serius terhadap hak 'freedom of asociation'. Padahal antara Kepolisian dan ILO sudah disepakati bahwa dalam pengamanan mogok kerja polisi harus berada dalam jarak minimal 25 meter," ungkap Tony.