Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Setiap musim Pilkada, mahasiswa sebagai kelompok pemilih muda, sering dinilai berada di persimpangan jalan. Di satu sisi mereka dikenal kritis, di sisi lain sering ditengarai sebagai kelompok yang suka golput.
Pengamat politik dari UMSU, Shohibul Anshor punya pandangan tersendiri. Menurutnya, ada dua gerakan besar yang murni yang dilakukan mahasiswa pada zaman pemerintahan Jokowi-JK. Pertama, gerakan turun ke jalan bersifat massif dengan tema tuntutan “Luruskan Kiblat Bangsa” oleh IMM yang dipimpin Benny Pramula. Kedua, gerakan Kartu Kuning oleh Muhammad Zaadit Taqwa, meski terbatas di kampus UI.
Beberapa hari setelah interupsi itu Muhammad Zaadit Taqwa dan tokoh-tokoh puncak mahasiswa dari Trisakti, IPB, ITB dan UGM diundang ke sebuah TV Nasional untuk dialog. Kelihatan semuanya melihat ada yang tidak beres di negeri ini.
"Saya yakin selain kedua gerakan itu masih ada gerakan-gerakan yang lain, tetapi oleh media dianggap tak perlu atau malah tak boleh diliput sehingga seolah tidak ada kejadian apa-apa," kata Shohibul.
Sama dengan blusukan Presiden Jokowi, jika tak ada media yang meliput niscaya ia akan tenggelam dengan sendirinya. Kepemihakan atau ketakpemihakan dan media framing sangat menentukan dalam sebuah gerakan.
Meski ada penurunan daya kritis secara umum, tetapi saya yakin mahasiswa tetap memelihara idealisme. Hanya saja belum menemukan cara untuk melakukan protes. Karenanya, saya melihat tokoh yang nanti akan tampil dari kondisi ini ialah pemimpin mahasiswa yang lebih perfect karena ujian untuknya luar biasa," katanya kepada medanbisnisdaily.com, Senin (5/3/2018).
Jika mereka tak mau ikut Pilkada, misalnya, itu bukan sebuah masalah serius, karena rakyat awam di pedesaan yang tak dialiri arus listrik dan tak menonton tv serta tak membaca koran pun bersikap sama.
Fransisco Sitorus dari kelompok mahasiswa Pro Reformasi Demokrasi Unimed menyebut, penilaian mahasiswa itu rentan golput adalah tak berdasar. "Mana penelitiannya?" Justru mahasiswa yang paling aktif. Mereka turun ke jalan untuk mengimbau masyarakat tidak golput," ujarnya.
Hal sama juga disampaikan Kepala Pusat Studi HAM (Pusham) Unimed, Majda El Muhtaj. Kalau dianggap mahasiswa plin-plan, kritis tapi golput, ada banyaknya sebabnya. Mungkin saja belum terdaftar sebagai pemilih karena carut marut e-KTP. Mungkin juga karena memang pilihan yang ada tak sesuai.
"Penyelenggara pemilu bisa bekerja sama membuat dialog kepada organisasi mahasiswa atau komunitas-komunitas mahasiswa. Dialog ini harus intensif dan berkesinambungan," ujarnya.