Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan pengambilan sumpah Arief Hidayat sebagai Hakim Konstitusi di tengah penolakan aktivis. Jokowi menjelaskan alasan dirinya tetap menyaksikan pengambilan sumpah Arief.
Jokowi mengatakan, yang perlu diketahui adalah Arief dipilih sebagai Hakim Konstitusi oleh DPR. Arief telah menjalani serangkaian proses pemilihan seperti fit and proper test di DPR.
"Ya, kita tahu Prof Arief adalah hakim MK yang dipilih oleh DPR. Harus tahu semuanya," kata Jokowi usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Jokowi juga mengatakan jika ada anggapan Arief melakukan pelanggaran kode etik, maka itu ranahnya ada di Mahkamah Konstitusi (MK). Jokowi menegaskan dirinya tak mau masuk ke ranah tersebut.
"Dan kalau memang ada anggapan tadi mengenai etik, mekanismenya ada di MK. Jangan saya disuruh masuk ke wilayah yang bukan wilayah saya," kata Jokowi.
Presiden Jokowi menghadiri pengambilan sumpah jabatan Prof Arief Hidayat kembali menjadi hakim konstitusi. Pengucapan sumpah dilakukan di Istana Negara, Jakarta.
Arief mengucapkan sumpah secara Islam. Arief bersumpah akan menjalankan tugas sebagai hakim MK dengan sebaik-baiknya.
Sebelumnya, sebanyak 54 guru besar universitas di Indonesia meminta Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Pengajar di STHI Bivitri Susanti Jentera, yang juga sebagai fasilitator gerakan tersebut, mengatakan tak ada hubungan langsung antara putusan MK soal hak angket dan desakan mundur terhadap Arief Hidayat. Menurutnya, 54 guru besar tersebut sejak jauh hari telah meminta Arief mundur sebagai Ketua MK.
"Intinya, kalau ada hubungannya tidak langsung karena proses mengumpulkan pernyataan kepada 54 guru besar tidak akan memasukkan nama. Jadi pakai bicara dulu. Begini kasusnya. Jadi ngomong dengan 54 nggak sebentar. Nggak akan tercapai (kalau sehari). Kami sudah mulai sejak 2 minggu," kata Bivitri di Puri Imperium, Jalan Kuningan Madya, Jakarta Selatan, Jumat (9/2/2018).
Dosen Fakultas Hukum Unair, Herlambang Wiratwaman, menuturkan imbauan moral 54 guru besar itu tak berkaitan langsung dengan putusan MK soal hak angket. Namun, secara pribadi, dia menduga putusan MK terkait hak angket seakan-akan mengonfirmasi putusan Dewan Etik terhadap Arief Hidayat soal pertemuan dengan DPR.
"Saya kira awalnya kami hanya meyakini, di putusan dewan etik kalau kita baca memang di putusan yang terakhir itu ada perbedaan rekomendasi pemberian sanksi, dan di dalam catatan pemberian, catatan putusan dewan etik yang tak terpisah. Tapi sekali lagi, tanpa mengurangi rasa hormat, terkait putusan yang kemarin (hak angket). Seakan-akan bahwa putusan kemarin mengonfirmasi apa yang kami baca di dalam putusan dewan etik," imbuhnya.
Sementara itu, 54 guru besar ini juga akan menyampaikan sikapnya secara langsung melalui surat kepada Arief. Surat juga ditembuskan kepada 8 hakim konstitusi, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, dan Ketua DPR RI sebagai lembaga yang mengusulkan Arief Hidayat sebagai hakim MK.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan terkait hak angket DPR terhadap KPK. Gugatan yang ditolak adalah Nomor 36/PUU-XV/2017 yang diajukan Achmad Saifudin Firdaus dan kawan-kawan. Mereka merupakan pegawai KPK. (dtc)