Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdailiy.com-Siantar. Ratusan massa mengklaim dari Gerakan Kebangkitan Bersama Simalungun (GKBS) menggelar unjuk rasa, Kamis (19/4/2018). Massa meminta DPRD Siantar segera memakzulkan Walikota Siantar Hefriansyah karena dinilai menistakan suku Simalungun.
Massa pengunjuk rasa mulai berkumpul di Lapangan H Adam Malik Siantar semenjak pagi. Massa memajang spanduk berukuran 50 m x 2 m di pagar Lapangan H Adam malik. Spanduk panjang dan besar itu bertuliskan : Gerakan Kebangkitan Bersama Simalungun Mendesak DPRD Siantar Segera Memakzulkan Hefriansyah.
Selanjutnya, dengan menggunakan porsa, sejenis kain penutup kepala putih pertanda sedang berkabung, deretan massa dengan berjalan kaki menuju Kantor Walikota di Jalan Merdeka. Akibatnya, lalu lintas sepanjang Kantor Walikota dialihkan. Sesampai di depan Kantor Walikota para pengunjuk rasa langsung melontarkan aspirasinya.
Salah seorang perwakilan massa, Rado Damanik, mengatakan Walikota Hefriansyah nyata-nyata tidak menghormati suku Simalungun di Siantar. Buktinya, banyak kebijakan Hefriansyah tidak mengindahkan keberadaan etnis Simalungun di Siantar. Misalnya, dalam rangka Hari Jadi Kota Siantar, Hefriansyah tidak melibatkan Suku Simalungun. “Padahal, Kota Siantar merupakan kota leluhur Suku Simalungun,” teriaknya
Padahal, kata Rado, Suku Simalunguin terdahulu sangat terbuka kepada pendatang yang dibuktikan dengan adanya Kampung Kristen, Kelurahan Melayu dan Kelurahan Karo di Siantar.
Unjuk rasa massa hanya sebentar dilakukan di Jalan Merdeka. Massa selanjutnya melanjutkan ke halaman Kantor DPRD Siantar.
Kehadiran massa di DPRD tidak langsung ditemui anggota DPRD. Akibatnya, sempat terjadi dorong-mendorong antara pengunjuk rasa dengan petugas dari kepolisian. Massa bermaksud hendak menerobos penjagaan ketat kepolisian mencari keberadaan para anggota DPRD.
Beberapa saat kemudian tampak dua anggota DPRD, Frans Bungaran Sitanggang dan Hotmaulina Malau menemui pengunjuk rasa. Kedua anggota dewan meminta pengunjuk rasa menunjuk perwakilannya agar aspirasi massa diterima dewan di Ruang Komisi I DPRD Siantar.
Pertemuan dua anggota dewan dengan perwakilan massa akhirnya dilakukan. Awalnya, anggota dewan Hotmaulina Malau menghubungi Sekda Kota Siantar Budi Utari agar ikut menemui perwakilan massa di Komisi I. Namun, perwakilan massa, Ketua KNPSI Jan Wiserdo Saragih, menyatakan kehadiran Pemko Siantar dalam pertemuan tersebut tidak diperlukan.
Selanjutnya, Jan Wiserdo bermaksud membacakan pernyataan sikap mereka. Tiba-tiba Sekda Kota Budi Utari telah tiba di Ruang Komisi I. Sebelum pernyataan sikap dibacakan salah seorang perwakilan massa meminta agar utusan Pemko Siantar keluar ruangan. Mendengar suara itu, Sekda Budi Utari dan rombongannya memilih keluar ruangan.
Dalam penyampaian aspirasinya, Jan Wiserdo menegaskan bahwa Walikota Hefriansyah nyata-nyata telah melakukan penghinaan dan pelecehan suku Simalungun. Hal ini, katanya, ditunjukkan dengan ketiadaan orang Simalungun yang menduduki posisi strategis di Pemko Siantar.
Selanjutnya, katanya, dalam brosur Hari Jadi Kota Siantar, Pemko Siantar memunculkan Kota Pusaka seolah-olah menyatakan suku Simalungun sudah tidak ada lagi. "Kebijakan Walikota Siantar ini telah menghina dan melecehkan suku Simalungun,” katanya.
Karena itu, kata Jan Wiserdo, massa meminta agar DPRD Siantar segera bersidang menyatakan bahwa Walikota Hefriansyah telah melakukan tindakan yang memicu gejolak SARA di Siantar, DPRD juga diminta segera bersidang menyatakan Hefriansyah telah melanggar UU.
Selanjutnya, Jan Wiserdo menyerahkan pernyataan sikap itu kepada DPRD yang diterima Frans Bungaran. Kepada perwakilan massa, anggota DPRD Hotmaulina menyatakan aspirasi massa akan segera disampaikan kepada pimpinan DPRD. Selanjutnya, katanya, sesegera mungkin DPRD akan memberitahukan kepada massa sikap DPRD atas aspirasi yang telah disampaikan.