Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kegiatan Waisak Nasional di Candi Sewu di Dukuh Bener, Bugisan, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah yang dilaksanakan Keluarga Buddhayan Indonesia, Selasa (29/5/2018), menekankan pentingnya harmoni dalam kebhinekaan bangsa. Harmoni dalam kebhinnekaan untuk bangsa ditetapkan Sangha Agung Indonesia sebagai tema Waisak Nasional 2562 BE tahun 2018 bagi Keluarga Buddhayana Indonesia.
Tema itu merupakan cerminan semangat dari pelopor kebangkitan agama Buddha Indonesia, yaitu mendiang Ashin Jinarakkhita Mahathera, yang mengedepankan pandangan nonsektarian untuk dapat melihat secara objektif kebhinnekaan yang ada di Indonesia yaitu suku, agama, ras dan antar golongan.
Ashin Jinarakkhita Mahathera mengajak untuk terus menciptakan kerukunan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama dengan senantiasa memiliki perbuatan, ucapan, pikiran yang berdasarkan cinta kasih, saling berbagi, tidak saling menyakiti, dan menghargai segala bentuk perbedaan.
Kegiatan yang berlangsung sejak Selasa (29/5/2018) dini hari itu, dimulai dengan prosesi dan ritual pengambilan air suci di Umbul Jumprit, Temanggung, Jateng. Dilanjutkan prosesi dari Candi Plaosan ke Candi Sewu pada sore hari dan dirangkai dengan kebaktian dan Dharmashanti Waisak pada Selasa malam hari.
Kegiatan berlangsung hikmah diikuti oleh seluruh Pimpinan Daerah Majelis Buddha tertua di Indonesia ini, terutama acara puncak detik-detik waisak nasional Sangha Agung Indonesia yang akan berlangsung pada Selasa (29/5/2018) pada pukul 21.09.13 WIB.
YM Bhikkhu Khemacaro Mahathera, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Sangha Agung Indonesia sebagaimana dalam keterangan tertulis, Selasa (29/5/2018) mengungkapkan umat Buddha telah terlatih dalam memahami perbedaan pandangan saat berjalan menuju pembebasan. Sebelum kelahiran Indonesia, kecerdasan dan keluhuran budi juga terasah dimasa kejayaan agama Buddha .
Dikatakan, generasi Buddhis Indonesia diharapkan mengambil peran penting mewarisi nilai-nilai Dharma dengan memahami kebhinnekaan untuk menjaga bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk.
Bhinneka Tunggal Ika yaitu berbeda-beda, tetapi tetap satu, merupakan sebuah kalimat dari seorang Guru Dharma dizaman Majapahit, yaitu Empu Tantular di abad ke empat belas yang terus menjadi kekuatan pemersatu dan harmoni dalam kebhinnekaan untuk bangsa.
Sebagaimana kehadiran manusia Buddha di dunia, kata YM Bhikkhu Khemacaro Mahathera, adalah untuk kebaikan, kebahagiaan dan kesejahteraan dewa dan manusia. Demikian halnya, kehadiran setiap individu yang mengenal Dharma hendaknya menjadi cahaya terang,menciptakan kebaikan untuk menjaga kebhinnekaan yang ada demi kesatuan dan persatuan.
Sikap awal dalam menjaga keutuhan bangsa ini adalah memahami kemajemukan sebagai sebuah realitas kekayaan bangsa, yang dipersatukan oleh nilai-nilai kebangsaan yaitu, UUD 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Semoga momentum Waisak 2562 BE tahun 2018 menguatkan kembali harmoni dalam kebhinnekaan seluruh masyarakat Indonesia untuk terus menjaga keutuhan bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia," ungkap YM Bhikkhu Khemacaro Mahathera.
Ketua MBI Sumut, UP Eddy Suyono Setiawan, mengungkapkan, dalam menyiasati kondisi kebangsaan saat ini, jajaran Pimpinan Daerah dan seluruh PC MBI kabupaten/kota se Sumut, termasuk organisasi Badan Otonom MBI, yakni Sekber PMVBI (Pemuda Buddhayana), Wanita Buddhis Indonesia (WBI), SIDDHI (Sarjana dan Profesional Buddhis Indonesia) melaksanakan sejumlah kegiatan dalam porsi yang lebih sederhana tanpa mengurangi maknanya.
Kemudian termasuk di antaranya kegiatan prosesi ritual di vihara, dharmatalk, bazaar sosial Waisak fair serta kegiatan sosial salah satunya pemberian bingkisan Waisak kepada Gelangang Anak Buddhis bersama Lions Club Medan Deli.