Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Hubungan Amerika Serikat (AS) dengan China tengah memanas setelah kedua negara terlibat dalam perang dagang. Kondisi ini berisiko akan melemahkan ekonomi global, termasuk Indonesia.
Ekonom Sumut Gunawan Benjamin mengungkapkan, perang dagang antara AS dan China tersebut akan berpengaruh besar terhadap kinerja ekspor baja dan aluminium.
"Potensi penurunan ekspor sangat terbuka karena ekspor aluminium ke AS cukup besar," katanya, di Medan, Senin (25/6/2018).
Khusus Sumut, perang dagang AS dan China sendiri berpengaruh terhadap kinerja ekspor karet dan sawit. Meski dampaknya tidak langsung, masalah ini perlu diantisipasi secara dini.
Dia menjelaskan jika AS memberlakukan kenaikan tarif impor yang dinaikkan untuk sejumlah bahan seperti baja atau aluminiua,dimana baja menjadi salah satu komponen pembuatan kendaraan bermotor di sana. "Secara otomatis, harga bahan tersebut akan mengerek biaya produksi otomotif yang ada di AS," jelasnya.
Alhasil harga barang otomotifnya akan mengalami kenaikan. Jika harganya naik, sudah barang pasti konsumen akan berusaha mengurangi konsumsi di barang-barang tersebut. Selanjutnya adalah adanya penurunan atau tidak adanya peningkatan permintaan akan karet alam.
Mengingat karet juga menjadi komponen pembuatan kendaraan bermotor yang ada di AS. Alhasil harga karet dunia sulit mengalami kenaikan. "Faktanya bahkan harga karet mengalami penurunan belakangan ini, di kisaran 160 Yen/Kg, padahal pada Mei lalu sempat menyentuh 180 yen/kg," katanya.
"Inilah buntut dari perang dagang yang jelas-jelas merugikan bukan hanya negara, tapi juga para petani karet kita di Sumut. Dan itu hanya salah satu contoh, masih ada banyak contoh lain yang menggambarkan betapa meruginya perekonomian global dan nasional jika perang dagang ini terus berlanjut," jelasnya lagi.
Dalam mengantisipasi potensi kerugian yang ada, Sumug perlu mengoptimalkan penyerapan ekonomi domestik, artinya ekonomi dipacu dengan orientasi pasar lokal.
"Meskipun tidak mudah, dan sejatinya sudah dilakukan, namun hasilnya belum akan mampu menyelesaikan kita dari masalah perang dagang saat ini. Sulit buat kita untuk menghindari perang dagang tersebut agar tidak mempengaruhi ekonomi kita," ungkapnya.
Langkah berikutnya adalah dengan mencari sumber negara ekspor baru. Menurut dia, langkah ini bukan masalah sepele. Kebutuhan akan hal ini memang mendesak, tetapi bukan semudah membalikkan telapak tangan.
"Jadi jika memang ingin keluar dari gangguan eksternal seperti perang dagang, mulai sejak dulu dan hingga ke depan kita harus mampu membangun ekonomi kita agar berorientasi domestik serta memiliki diversifikasi negara tujuan ekspor yang banyak," pungkasnya.