Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Mataram. Mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof Amin Abdullah berpendapat pemahaman moderasi Islam mempunyai hubungan erat dengan persoalan kepemimpinan. Menurut Amin, seorang pemimpin harus menjadi teladan untuk menjadi jembatan bagi semua pihak.
"Wasathiyah Al-Islam itu sebetulnya terkait problem leadership, kepemimpinan. Jadi bagaimana pun, siapapun yang akan menjadi pemimpin kalau sudah didaulat menjadi pemimpin maka dia posisinya harus wasathiyah. Karena dia bukan lagi kelompok yang mengusung, tapi dia menjadi bapaknya semua orang," kata Amin di Islamic Centre Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu, (28/7) .
Pernyataan itu disampaikan oleh Amin dalam Konferensi Ulama Internasional. Selain Amin, hadir juga sebagai pembicara yaitu Afifuddin Muhajir dan akademisi Yudi Latif.
Amin kemudian bicara soal karakteristik Islam di Indonesia yang menjadi modal kuat pengembangan moderasi Islam. Pertama, Amin mengatakan Indonesia memang sejak dulu mempunyai suku bangsa yang beragam.
"Kita itu memang from ther early beginning, dari sono-nya. Dari sejak nenek moyang kita. Sejak Majapahit. Bahkan sebelum itu, kita itu memang masyarakat majemuk dari awal. Tidak ada masyarakat Indonesia yang tidak menyatakan bahwa masyarakat majemuk. Oleh karena itu lita'arofu (untuk saling mengenal), luar biasa Al-Hujurot sangat menyentuh dalam sanubari umat Islam Indonesia," tuturnya.
Selain itu, menurut Amin, Indonesia mempunyai konstitusi yang menjadi dasar dari segala peraturan di Indonesia. Lewat konstitusi itu, Indonesia bisa melaksanakan demokrasi dan pemilihan umum.
"Dengan konstitusi itu ada demokrasi, ada pemilihan umum dan sebagainya. Dan itu sudah bagian terpisahkan dari Indonesia sejak tahun 1945. Bahkan 4 kali pemilu. Alhamdulillah berjalan lancar. Mudah-mudahan 2019 juga lancar," imbuhnya.
Ketiga, Indonesia juga mempunyai masyarakat muslim yang kuat. Peran-peran ormas Islam di Indonesia disebut sangat penting dalam merawat pemahaman keislaman dan kebangsaan.
"Adanya kekuatan muslim city society yang besar. Dan itu lebih kuat dari pada negara. Saya jangan disalahkan kalau saya hanya menyebut NU dan Muhammadiyah tapi maksud saya organisasi-organisasi yang lain Washliyah, Al-khoirot itu sumbangannya juga luar biasa. Tidak hanya NU dan Muhammadiyah," sebutnya.
Terakhir, karakter Islam di Indonesia yang tak kalah penting adalah pendidikan. Pendidikan tentang Islam dari mulai pesantren hingga perguruan tinggi mampu merawat moderasi Islam di Nusantara.
"Saya tidak bisa membayangkan selain pendidikan pesantren NU dan Muhammadiyah juga dan juga organisasi-organisasi yang lain. Pendidikan di perguruan tinggi mulai punya, Muhammadiyah banyak. Dan juga perguruan tinggi yang lain. Itu juga kekuatan yang luar biasa. Islamic higher education luar biasa itu," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Yudi Latif mengatakan moderasi Islam tak hanya dapat ditelusuri lewat teks saja. Menurut mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu, pemahaman moderasi Islam itu harus terejawantahkan dalam ekspresi publik warga.
"Pemahaman konteks itu penting karena yang kita sebut sebagai moderat Isam atau radikal Islam itu terutama ekspresi publiknya. Persoalan kita ekspresi publik. Karena sesuatu yang di belakang publik, tidak bisa mengatakan moderat atau radikal. Sesuatu bisa terdeteksi moderat dan radikal itu dari ekspresi publiknya," ucapnya. (dtc)