Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
Bakal calon presiden yang juga petahana Joko Widodo (Jokowi) dan rivalnya, bakal calon wakil presiden Sandiaga Uno sama-sama tampil di depan kaum muda. Uniknya, kedua tokoh itu sama-sama memakai kata 'gila'.
"Di situ sebetulnya artinya sama sekali bukan gila, (artinya) sesuatu yang luar biasa, bisa juga berarti 'tidak masuk akal'," kata guru besar linguistik Universitas Indonesia (UI) Prof Rahayu Surtiati saat berbincang, Kamis (30/8/2018).
Jokowi memakai kata 'gila' pada saat bercerita di balik layar pembuatan video dirinya naik motor gede untuk pembukaan Asian Games 2018. Jokowi juga memakai kata sapaan 'Bro'. Sementara sebelumnya Sandiaga mengungkapkan kata 'gila' ketika kaget akan sebuah hasil survei.
"Kalau 'Bro' itu kan pertamanya dari bahasa Inggris dari kata 'brother', cuma sekarang semua orang sudah pakai tuh. Kalau zaman Sukarno kan pakai 'Bung', saya yakin dia (Jokowi) ingin mendekatkan diri pada orang yang mendengar," ungkap Rahayu.
Kembali ke kata 'gila', sebetulnya itu termasuk kata kasar. Sementara untuk seorang presiden, mau tak mau harus menyesuaikan diri dengan situasi dia berbicara.
"Tergantung situasi, kalau di depan mahasiswa boleh-boleh saja, kalau menerima kedatangan dubes asing, terima kredensial, nggak akan seperti itu. Situasi dalam komunikasi sangat penting; di mana dia bicara, dengan siapa, dan apa yang dibicarakan," tutur Rahayu.
Rahayu menekankan, pemakaian kata 'gila' oleh Jokowi dan Sandiaga adalah upaya untuk mendekatkan diri dengan kelompok yang memakai kata itu di kehidupan sehari-hari. Biasanya kaum muda lebih dominan memakai kata tersebut dalam keseharian mereka.
"Pada dasarnya kita kalau pakai 'gila' menunjukkan kita--menunjukkan dia--akrab dengan mereka," ujar Rahayu.
Rahayu pun sedikit menyinggung tentang linguistik yang pernah dikemukakan Ferdinand de Saussure. Bahasa dalam pemikiran Saussure dibagi menjadi langue (sistem tata bahasa) dan parole (cakapan). Nah, untuk kata 'gila' yang dipakai Jokowi dan Sandiaga ini termasuk dalam parole, kata Rahayu.
Diwawancara terpisah, pakar komunikasi politik Hendri Satrio lebih melihat Jokowi dan Sandiaga sebagai sosok yang penuh spontanitas. Tak heran jika kata 'gila' pun diucapkan.
"Artinya kedua orang ini masih suka spontanitas, tidak dibuat-buat. Itulah aslinya kedua orang ini, latar belakangnya kan sama aslinya, sama-sama pengusaha," ujar Hendri.
Hendri hanya mengingatkan, jangan sampai pemakaian bahasa gaul ini dipakai dalam acara formal. Dia tak menilai kalau pemakaian kata 'gila' disengaja untuk mendekati kaum milenial.
"Ya itu bonus kalau pemilih muda suka dengan gaya spontanitas mereka," ujar Hendri.(dtc)