Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pangeran Mohammad Noor dan Mohammad Hatta berada dalam situasi berbahaya di langit Kalimantan. Pesawat yang mereka tumpangi berisiko dihajar pesawat pembom Sekutu.
Peristiwa itu bermula saat Gubernur Kalimantan itu masih menjadi satu dari 62 anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Saat itu dia hendak menjalankan tugas rahasia menyelidiki tanah kelahirannya. Misi ini bertajuk "Operasi Kalimantan".
Berbekal pakaian yang cukup untuk sepekan, PM Noor datang menemui Bung Hatta di Hotel Oranje Surabaya, Jawa Timur. Dia mengajak Hatta untuk terbang ke Banjarmasin menjalankan Operasi Kalimantan itu.
Terbanglah mereka menggunakan pesawat angkut angkatan laut Jepang ke Banjarmasin. Kacau! Tak dinyana dan tak diduga, di dalam pesawat ada Panglima Tertinggi Angkatan Laut Jepang untuk Asia Tenggara, Admiral Shibata. Yang dikhawatirkan bukanlah Admiral Shibata menghabisi mereka berdua, namun pesawat yang memuat Admiral Shibata ini (dan yang memuat mereka berdua) bakal diberondong tembakan oleh Sekutu yang menguasai Kalimantan. Mereka hanya bisa berharap, semoga Sekutu tidak tahu bahwa dalam pesawat ini ada Admiral Shibata.
Seorang juru bicara Jepang berbisik ke PM Noor, pesawat tak bisa mendarat ke Banjarmasin karena bandaranya sedang dibom oleh pesawat B28 milik Sekutu. Bakal sangat berbahaya bagi Noor dan Hatta bila pesawat B28 mengetahui siapa yang ada di pesawat yang sedang membawa mereka terbang ini.
Akibat kondisi ini, pesawat yang mereka naiki hanya berputar-putar di atas laut selatan Sampit, menunggu keadaan aman. Mereka menunggu B28 pergi dulu sebelum bisa beranjak dari atas laut selatan Sampit. Beruntung, B28 pergi juga sebelum bahan bakar pesawat yang dinaiki PM Noor dan Bung Hatta kehabisan bahan bakar. Dua tokoh penting itu akhirnya berhasil mendarat dengan selamat di lapangan terbang dekat Pelaihari, sekitar 60 km dari Banjarmasin.
"Syukur Alhamdulillah, Tuhan Yang Maha Esa melindungi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, Bung Hatta terhindar dari marabahaya," demikian kata PM Noor.
PM Noor mengungkapan kelegaannya, bahwa mereka baru saja "lolos dari lubang jarum". Peristiwa ini terjadi setelah penyusunan Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 selesai tanggal 16 Juli 1945.
Catatan sejarah ini dituliskan ulang oleh Helius Sjamsuddin dalam "Kiprah Pangeran Mohamad Noor dalam Dinamika Politik Indonesia", dalam Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, Vol I, No 2 (April 2018). Helius menulis dengan referensi dari karya Asikin Zuhri tahun 1981 berjudul "Ir PM Noor: Teruskan Gawi Kita Balum Tuntung (Kerja Kita Belum Selesai).
Malam harinya, PM Noor dan Hatta mengadakan rapat umum di Bioskop Rex, dihadiri rakyat dari berbagai penjuru Kalimantan. Bioskop menjadi penuh sesak. Saat rapat hendak dimulai, sirine tanda bahaya meraung merespon kabar Balikpapan dibom Sekutu. Pagi harinya, kawasan Gubernuran Banjarmasin dibom.
PM Noor, sarjana teknik pertama asal Kalimantan lulusan Technische Hoogeschool (THS) te Bandoeng itu kemudian menjadi Gubernur Kalimantan mulai 19 Agustus 1945. Namun dia justru tak bisa berada di Kalimantan.
Dituliskan oleh Burhan Djabier Magenda dalam bukunya, "East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy", PM Noor tak bisa mengunjungi Kalimantan selama masa jabatanya. Dia berkantor di Yogyakarta tanpa bisa ke Banjarmasin karena Belanda mengontrol seluruh Banjarmasin. Namun dari Yogyakarta, PM Noor menyusun ekspedisi militer ke Banjarmasin.
PM Noor lahir di Martapura pada 24 Juni 1901 dan wafat di Jakarta 15 Januari 1979. Selain menjadi Gubernur Kalimantan, dia juga pernah menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga di Kabinet Ali Sastroamidjojo II, yakni 24 Maret 1956 hingga 14 Maret 1957 dan Kabinet Karya pada 9 April 1957 hingga 10 Juli 1959.
PM Noor menjadi satu dari enam pejuang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi pada 8 November 2018 kemarin. Ada pertimbangan yang melatarbelakangi Noor diberi gelar pahlawan nasional.
"Pangeran Mohammad Noor telah berjuang bersama-sama rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu telah dimulai sejak ia masih kuliah di THS Bandung. Ia ikut terlibat menjadi anggota Jong Islamieten Bond. Sebuah organisasi kepemudaan yang ikut berjuang menyatukan gerakan pemuda yang masih berbeda-beda visinya menjadi satu visi, yaitu: Indonesia merdeka. Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan, sebagai Gubernur Kalimantan yang berkedudukan di Yogyakarta, ia melakukan pelatihan militer kepada para muda Kalimantan untuk kemudian diterjunkan ke medan perang menghadapi Belanda di Kalimantan," demikian kata Kementerian Sosial dalam keterangan pers resminya.
"Setelah menjadi gubernur, Pangeran Mohammad Noor melakukan perkejaan yang banyak membawa kemajuan pembangunan di Kalimantan secara keseluruhan dan khususnya Kalimantan Selatan. Atas kerja keras dan pengabdiannya Kalimantan mengalami kemajuan," tandas Kementerian Sosial.(dtc)