Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah Indonesia menggalang dukungan kepada negara anggota International Maritime Organization (IMO), terkait bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Jika pengajuan TSS di kedua selat dimaksud dapat ditetapkan oleh IMO, maka Indonesia akan menjadi negara pertama yang mengajukan TSS di Alur Laut Kepulauan. Hal ini merupakan bukti kesungguhan dan peranan Indonesia dalam mewujudkan keselamatan pelayaran dunia.
"Indonesia memiliki kepentingan terbesar pada Sidang NCSR (Sub Committee Navigation, Communication Search and Rescue) ke-6 terkait dengan submisi Indonesia mengenai proposal pengajuan TSS Selat Sunda dan Selat Lombok," kata Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Basar Antonius dalam keterangan tertulis, Jumat (18/1/2019).
Hal tersebut diungkapkan Basar di sela-sela Sidang IMO NCSR pada sesi coffee break yang disponsori oleh Indonesia.
"Mengingat rencana penetapan TSS akan menjadi perhatian dari seluruh negara anggota IMO dikarenakan Indonesia akan menjadi negara pertama yang mengajukan TSS di Alur Laut Kepulauan, maka diperlukan dukungan negara anggota IMO," sambungnya.
Indonesia menggalang dukungan dengan pemutaran video TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, pembagian leaflet TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, serta penyiapan suvenir berupa kopi khas Indonesia yang telah disiapkan oleh delegasi Indonesia.
Para delegasi dari negara anggota IMO pun terlihat antusias dengan bersama-sama menyimak video TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, sambil menikmati kopi dan makanan kecil yang telah disiapkan. Beberapa di antaranya bahkan meminta informasi lebih lanjut mengenai TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Sebelumnya, Indonesia juga melakukan pendekatan kepada negara-negara ASEAN yaitu Singapura, Filipina, Malaysia, dan Thailand guna meminta dukungannya terhadap proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Basar menjelaskan penetapan TSS di selat Lombok dan selat Sunda diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan cukup ramai lalu lintasnya tersebut.
"Dari data yang ada disebutkan bahwa sebanyak 53.068 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Sunda setiap tahunnya serta sebanyak 36.773 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Lombok setiap tahunnya," ujarnya.
Selat Sunda, lanjut Basar, adalah salah satu selat yang paling penting di Indonesia yang terletak di jalur lalu lintas kapal. Selat ini dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera, yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang.
Selain itu, di Selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi, salah satunya adalah wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.55/Kpts-II/1993.
"Di Selat Sunda juga terdapat dua gugusan terumbu karang, yaitu Terumbu Koliot dan Terumbu Gosal yang berbahaya bagi pelayaran," tambahnya.
Adapun sistem rute yang diusulkan pada Selat Sunda ini adalah untuk membangun TSS baru, Precautionary Areas, dan dua Inshore Traffic Zones (Eastern inshore traffic zone and Western inshore traffic zone) di Selat Sunda yang terletak di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Lebih lanjut Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya.
Sistem rute yang diusulkan pada Selat Lombok adalah untuk membentuk TSS baru, dua Precautionary Areas, dan dua Inshore Traffic Zones di Selat Lombok yang berlokasi di Pulau Bali dan Pulau Lombok.
Basar menjelaskan pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary area pada rute persimpangan untuk memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya, sehingga mengurangi risiko terjadinya tabrakan atau kapal kandas dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.
Selain itu, penetapan TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda ini juga menurutnya dapat berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan maritim di wilayah perairan kedua selat tersebut.
"Keputusan apakah pengajuan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok dapat diterima oleh IMO, hasilnya dapat dilihat di hari terakhir sidang NCSR ke 6 ini," pungkas Basar.
Sebagai informasi, Sidang Sub-Komite NCSR ke-6 berlangsung sejak tanggal 16-25 Januari 2019 bertempat di Kantor Pusat IMO di London, Inggris.
Sidang tersebut membahas hal-hal yang terkait kenavigasian dan komunikasi pelayaran, termasuk analisis dan persetujuan atas ships routeing measures and ship reporting systems, persyaratan pengangkutan dan standar performa peralatan kenavigasian dan telekomunikasi, sistem long-range identification and tracking (LRIT) dan pengembangan e-navigation, dan juga yang terkait dengan pencarian dan pertolongan serta Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS).
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut, Basar Antonius dengan anggota delegasi berasal dari Kemenkomaritim, Kementerian Perhubungan, Mabes AL, Pushidros AL, perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di London, Atase Perhubungan RI di London, dan akademisi ITS.(dtc)