Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Tim Ligitasi Yayasan Pecinta Danau Toba (YPDT) mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut, Senin (28/1/2019) siang. Mereka mempertanyakan laporan dugaan tindak pidana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengairan yang telah mereka layangkan pada 23 Januari 2017.
Ketua Tim Litigasi YPDT, Robert Paruhum Siahaan, mengatakan, sejak hampir dua tahun laporan pidana mereka dicatat, pada tanggal 24 Januari 2019 kemarin, PT Aquafarm Nusantara diduga kuat kembali melakukan perbuatan pencemaran Danau Toba dengan cara menenggelamkan bangkai ikan ke dasar Danau Toba.
Hal tersebut, katanya, terungkap setelah seorang penyelam, Larry Holmes Hutapea menyelam ke dasar danau di wilayah Sirungkungon, Kabupaten Toba Samosir.
"Disitu penyelam menemukan beberapa karung bangkai ikan mati yang diduga dibuang oleh pegawai perusahaan Budidaya Perikanan, PT Aquafarm Nusantara," ungkapnya kepada wartawan di halaman Mapoldasu.
Bukti bangkai ikan mati tersebut, sebutnya, kemudian diangkat dari dasar Danau Toba, yang disaksikan langsung oleh Bupati Toba Samosir Darwin Siagian, Wakil Bupati Toba Samosir Hulman Sitorus, dan Kasat Reskrim Polres Toba Samosir beserta anak buahnya.
"Bangkai ikan tersebut juga dilihat oleh pemerhati lingkungan hidup, masyarakat setempat dan para wartawan daerah," jelasnya.
Robert menyatakan, YPDT mengecam kejadian tersebut. Karena sambungnya, menurut pandangan pihaknya, kejadian itu sudah dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan lingkungan. Selain itu juga, sambungnya, pakan ikan yang ditabur lebih dari 200 ton setiap hari menambah rentetan beban pencemaran terhadap perairan Danau Toba.
"Pada Desember 2017 kita pernah merilis bahwa Danau Toba tercemar akibat aktivitas yang dilakukan oleh Perusahaan Budidaya Perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) dengan Chemcal Oxygen Demand (COD) sudah mencapai 40 mg/liter atau jauh di atas batas maksimum 10 mg/liter dan Biological Oxygen Demand (BOD) sudah mencapai 3,7 mg/liter atau jauh di atas batas maksimum 2 mg/liter," terangnya.
Ia mengaku sudah melakukan laporan ke Polda Sumut pada 23 Januari 2017 dan ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) di Jakarta pada Rabu 19 Juli 2017 dengan Laporan Polisi Nomor 706/VII/2017/Bareskrim.
"Itulah kenapa sekarang kami datang ke sini (Poldasu) untuk mempertanyakan kenapa laporan kami tidak diindahkan," ujarnya.
Saat itu, katanya, Polda Sumut hanya melakukan pemanggilan sekali kepada pelapor untuk meminta keterangan terkait dugaan pencemaran air Danau Toba oleh PT Aquafarm Nusantara (anak perusahaan Regal Springs dari Swiss) dan PT Suri Tani Pemuka (anak perusahan Japfa Comfeed) pada Senin (21/8/2017), dan selanjutnya belum ada perkembangan lebih lanjut terkait laporan tersebut.
Selain itu juga, tambahnya, pada pertengahan 2018 silam masyarakat Sirungkungon yang dimotori Arimo Manurung dan kawan-kawan telah melaporkan kasus PT Aquafarm Nusantara ke Polres Tobasa.
"Namun tidak ada progres dan perusahaan tetap saja beroperasi dan melanjutkan kejahatan di bidang lingkungan hidup," katanya.
Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Rony Samtana yang dikonfirmasi mengatakan pihaknya akan melakukan pengecekan ulang terkait laporan tersebut.
"Inikan laporan lama, kalau tidak salah tahun 2017 silam. Nanti akan saya telusuri dulu sudah sampai mana dan sejauh mana penelusuran terkait laporan ini. Namun yang pasti, kalau ada delik, pasti akan diproses sesuai hukum yang berlaku," tandasnya.