Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA), akhirnya resmi diteken Pemerintah Republik Indonesia bersama Konfederasi Swiss. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mewakili Pemerintah Indonesia. Sedangkan dari Pemerintah Swiss diwakili Kepala Departemen Peradilan dan Kepolisian Federal Swiss Karin Keller Sutter.
“Presiden Jokowi menekankan bahwa pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerja sama hukum. Khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi atau asset recovery," ujar Menkumham Yasonna Laoly dari Bern, Swiss, pada Senin, 4 Februari 2019 sebagaimana siaranm pers Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang diterima medanbisnisdaily.com, Selasa (5/2/2019).
“Perjanjian MLA ini ditandatangani sejalan dengan program Nawacita dan arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan. Di antaranya pada peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia pada 2018,” tambahnya.
Menkumham meneruskan, bahwa perjanjian MLA terdiri atas 39 pasal. Di antaranya mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.
Lebih lanjut, Perjanjian MLA ini juga dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan atau tax fraud. Pemerintah Indonesia, menurut Menkumham, berupaya memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan. Kemudian tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.
“Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta,” tutur Menteri Yasonna.
Menkumham menambahkan, bahwa Perjanjian MLA Indonesia-Swiss menjadi sejarah keberhasilan diplomasi yang sangat penting. Juga merupakan capaian kerjasama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa. “Swiss merupakan financial center terbesar di Eropa,” tuturnya.
Perjanjian MLA tersebut, atas usulan Indonesia menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut, Menteri Yasonna Laoly menjelaskan, memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian. Sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan.
“Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini,” ucapnya. Perjanjian MLA Indonesia-Swiss merupakan kerjasama hukum masalah pidana yang ke-10 diteken Indonesia bersama negara lainnya.
Sebelumnya bersama negara ASEAN, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran. Sedangkan bagi Swiss, perjanjian MLA ini yang ke-14 ditandatangani bersama negara non Eropa.
Rupanya, sebelum Perjanjian MLA antara Indonesia-Swiss resmi diteken. Kedua negara sebanyak dua kali gelar pertemuan membahas perjanjian itu. Pertama kali dilakukan di Bali pada 2015. Lalu kedua kalinya pada 2017 di Bern, Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal-pasal yang belum disepakati pada perundingan pertama kali.
Kedua perundingan tersebut sebelumnya dipimpin Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Cahyo Rahadian Muzhar. Kini menjabat sebagai Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Usai ditekennya Perjanjian MLA antara Indonesia-Swiss, Menkumham berharap dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat segera meratifikasi perjanjian MLA ini. Supaya dimanfaatkan oleh para penegak hukum di Indonesia dan instansi terkait lainnya.
Menkumham juga mengucapkan terima kasih atas dukungan penuh dari Duta Besar Indonesia untuk Swiss Muliaman Hadad dan Penasihat Menkumham Linggawaty Hakim.
Juga khususnya kepada para pejabat dari Otoritas Pusat Kemenkumham, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
“Yang telah bersama-sama mewujudkan dan menyaksikan penanda tanganan Perjanjian MLA Indonesia-Swiss ini,” ujar Yasonna Laoly.