Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Samosir. Pengguna jasa atau penumpang kapal kayu di perairan Danau Toba menyesalkan masih minimnya pengawasan meskipun telah terjadi tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun pada Juni 2018 di Danau Toba, tepatnya di perairan Tigaras.
Salah satu penumpang kapal warga Samosir yang namanya tidak ingin disebutkan kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (1/3/2019), menyampaikan hal itu sesuai fakta yang dialaminya saat hendak berlayar dari Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun menuju Pelabuhan Simanindo, Kabupaten Samosir, Jumat, 22 Februari 2019.
"Ketika itu, yang saya amati, tidak ada petugas pengawasan di pelabuhan dan petugas yang memberikan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) di pelabuhan Tigaras. Yang ada hanya pendataan jumlah penumpang, kemudian kapal berlayar," ungkapnya.
Padahal, sambungnya, saat itu angin cukup kencang, dan insiden pun terjadi di tengah Danau, mesin kapal tiba-tiba mati.
"Ketika itu saya berangkat dari Pelabuhan Tigaras menuju Simanindo sekitar pukul 16.15 WIB dengan KM RU. Setelah berlayar sekitar 20 menit dari pelabuhan dan sekitar 1 kilometer di tengah Danau, tiba-tiba mesin kapal yang kami tumpangi mati," tuturnya.
Lanjutnya, sekitar 20 orang penumpang kapal langsung histeris bahkan ada yang sampai menangis. Pertolongan baru datang setelah 20 menit mesin kapal mati di tengah Danau.
"Untung saja, setelah 20 menit mesin kapal mati, KM Laut Tawar datang memberikan pertolongan. Kemudian KM RU ditarik ke pelabuhan," terangnya.
Diceritakan lebih lanjut, saat mesin kapal mati, petugas kapal pun tidak langsung memberikan aba-aba kepada penumpang untuk menggunakan pelampung.
"Karena trauma akan peristiwa KM Sinar Bangun, semua penumpang langsung menggunakan pelampung berdasarkan inisiatif sendiri, bukan karena arahan petugas di kapal," ucapnya.
Mengingat kejadian itu, kata dia, ke depan supaya pengawasan kelaikan kapal benar-benar dilakukan dan dilengkapi dengan pemberian Surat Persetujuan Berlayar.
"Tidak hanya itu, 10 menit sebelum kapal berangkat, mesim kapal sudah dihidupkan dan Anak Buah Kapal (ABK) memperagakan pemakaian pelampung sekaligus mengingatkan penumpang agar menggunakan pelampung, barulah kapal berlayar," harapnya yang sampai kini masih trauma akan kejadian itu.