Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) siap mendorong sektor pertanian memasuki revolusi industri 4.0 melalui berbagai aplikasi dan kebijakan. Berbagai aplikasi pun kini telah diperkenalkan untuk membantu usaha tani, terutama demi mempermudah petani.
Sebagai contoh, aplikasi Sistem Monitoring Pertanaman Padi (Simotandi) yang menggunakan citra satelit beresolusi tinggi untuk bisa membaca standing crop tanaman padi.
"Sektor pertanian sudah memasuki industri 4.0 yang ditandai babak baru, antara lain munculnya Katam, Si Mantap, Smart Farming, Smart Green House, Autonomous Tractor, dan Smart Irrigation," ujar Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Dedi Nursyamsi dalam keterangan tertulis, Selasa (19/3/2019).
Menurutnya, aplikasi Kalender Tanam (Katam) berfungsi untuk mengetahui waktu tanam, rekomendasi pupuk dan penggunaan varietas.
"Rekomendasi bukan hanya tingkat kabupaten, melainkan kecamatan sampai desa," ujar Dedi.
Aplikasi lain adalah aplikasi Si Mantap yang dimanfaatkan PT Jasindo dalam rangka mem-backup asuransi pertanian. Dedi menjelaskan bahwa aplikasi ini membantu pihak asuransi supaya mendeteksi risiko kekeringan dan banjir, bahkan organisme pengganggu tumbuhan.
"Aplikasi yang disiapkan Kementan juga memfasilitasi generasi muda supaya terjun ke dunia pertanian," lanjut Dedi.
Hal ini dilakukan mengingat sektor pertanian Indonesia yang sudah siap memasuki revolusi industri 4.0 dalam rangka modernisasi pertanian dan regenerasi petani.
Berbagai kebijakan yang disiapkan diarahkan untuk menunjang efisiensi dan produktivitas pertanian sehingga meningkatkan daya saing serta kesejahteraan petani.
Dedi juga menuturkan perkembangan teknologi sangat luar biasa karena telah memasuki era teknologi 4.0 yang dampaknya sangat besar terhadap produksi barang dan jasa. Apalagi penggunaan internet dan teknologi informasi telah menjadi bagian kehidupan manusia sehari-hari.
Dedi mencontohkan luas lahan sawah di Jawa Barat lebih dari 1 juta ha. Dari areal itu terlihat luas lahan yang akan panen dan tersebar di mana saja. Begitu juga tanaman padi yang baru tanam atau lahan yang belum ditanami (bera).
Sementara itu, Tenaga Ahli Menteri Pertanian RI Dr. Farid Bahar menyebutkan kinerja Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman perlu diapresiasi karena selalu membuat kebijakan pro petani. Saat ada wacana impor, menurutnya, Amran kerap pasang badan supaya produk impor tidak masuk Indonesia.
"Kasihan petani saat panen tiba-tiba impor masuk. Akibatnya harga beli pertanian menjadi jatuh. Tapi yang terjadi, Kementerian Pertanian disalahkan padahal kementerian lain yang memutuskan impor," jelas Farid.
Untuk itu, Farid meminta peranan Kementerian Perekonomian lebih diperkuat untuk menghindari polemik seperti impor pangan. Dengan begitu, tidak terjadi tudingan dan ketidaksinkronan antar kementerian terkait.
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Universitas Indonesia Riyanto menuturkan bahwa implementasi teknologi 4.0 di sektor pertanian sangat bermanfaat bagi konsumen dan petani untuk mendekatkan distribusi.
"Dalam hal ini, Kementerian Pertanian perlu memfasilitasi industri 4.0 lewat regulasi dan aturan. Alhasil, ada payung hukum bagi pelaku usaha dan generasi milenial," ujar Riyanto.
Riyanto juga menambahkan jika tidak masuk industri 4.0 akan terjadi kekurangan pangan untuk mendorong multiplier effect dari sektor hulu sampai hilir pertanian.
Hal itu ia sampaikan dalam Bincang Asyik Pertanian Indonesia (Bakpia) dengan kerja sama antara Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) dan Kementan. Acara ini digelar di Sentul City, Jawa Barat, Senin (18/3), dengan mengangkat tema "Mendorong Modernisasi dan Regenerasi Pertanian di Era Revolusi Industri.
Acara itu pun turut dihadiri oleh pembicara lainnya, yaitu Tenaga Ahli Menteri Pertanian RI Dr. Farid Bahar dan Ekonom Universitas Indonesia Dr. Riyanto. (dtf)