Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Penamaan Kualanamu International Airport (KNIA) menjadi sorotan. Harusnya Kementerian Perhubungan selaku pihak yang mengotorisasi bandara itu dikenaikan sanksi atau hukuman.
Alasannya apa? Ternyata, penamaan Kualanamu International Airport itu melanggar Peraturan Daerah (Perda) Sumut Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Pelindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah. Karena Bandara Kualanamu tersebut berada di wilayah Sumatra Utara, maka seharusnya penamaan itu dikoreksi. Lebih baik menggunakan Bandara Kualanamu Internasional.
Hal itu dikatakan Kepala Balai Bahasa Sumatra Utara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Fairul Zabadi pada Seminar Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Pelestarian Bahasa Daerah, di Gedung Seminar P4TK BBL Medan, Jalan Setia Budi, Helvetia Medan, Rabu (1/5/2019).
Fairul Zabadi menyebutkan, meski menjadi "wasitnya" penggunaan Bahasa Indonesia di ruang publik, namun Balai Bahasa Sumatra Utara tidak bisa langsung menindak kesalahan penamaan Bandara Kualanamu itu.
"Sebab yang punya peraturan daerah bukan kita, tetapi Pemprov Sumut dan karena itu, mereka yang berwenang menjatuhkan sanksi atau hukuman," kata Fairul Zabadi.
Penamaan Bandara Kualanamu yang salah tersebut, kata Fairul Zabadi, adalah sebagian dari kesalahan yang seolah terbiarkan dalam upaya pengutamaan Bahasa Indonesia.
"Tanpa kita sadari adalah bahwa Bapak Proklamator kita Pak Soekarno pun mengutamakan Bahasa Indonesia. Monumen Nasional (Monas), Stadion Istora Senayan yang kini Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia, adalah contoh di mana Pak Soekarno mengutamakan Bahasa Indonesia," ujarnya.
Kurangnya keseriusan yang tidak saja dari pihak swasta, masyarakat dan bahkan lembaga pemerintah, menjadikan Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah terjajah oleh bahasa asing.
"Ada kebiasaan menyisipkan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari di ruang publik yang seolah-olah sudah baku dan diterima sebagai bagian dari Bahasa Indonesia. Padahal tidak, ini menjadi tugas kita bersama meluruskan untuk penguatan Bahasa Indoneaia itu," jelasnya.
Oleh karena itu, seperti di Sumut dengan adanya Perda 8/2017 itu, tambah Fairul Zabadi, semua pihak menjalankannya dan bersamaan dengan itu pula, perlu sosialisasi lebih lanjut Perda tersebut.
"Kita bersyukur dengan adanya Perda 8/2017 yang adalah satu-satunya dimiliki Pemda di Indonesia. Dan pemerintah daerah, instansi pusat di Sumut, perusahaan dan masyarakat, harus menjalankan Perda itu," pungkas Fairul.