Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin bicara soal electoral threshold atau ambang batas pemilihan pada Pemilu yang akan datang. Dia mengatakan electoral threshold yang dibuka sebesar-besarnya adalah hal penting.
Hal itu disampaikan Ngabalin saat menghadiri acara halalbihalal relawan pendukung Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Dia awalnya mengatakan prioritas saat ini adalah merancang Pemilu 2024 yang sukses tanpa politik identitas.
"Karena itu merajut kembali persatuan Indonesia, rancang ulang pemilu 2024 sukses tanpa politik identitas adalah agenda dan prioritas kita dalam meniti masa depan Indonesia dan mempersiapkan generasi baru," kata Ngabalin di Senayan City, Jakarta Selatan, Sabtu (6/7/2019).
Dia mengaku khawatir jika ada pihak yang menggunakan isu agama dalam politik. Ngabalin menilai hal itu rawan memecah persatuan.
"Saya khawatir karena orang menggunakan isu agama menjadi isu yang sangat kuat dalam memecah-belah kesatuan dan persatuan bangsa," tuturnya.
Ngabalin kemudian bicara soal para pendiri bangsa yang mencoret kalimat tentang kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya dalam piagam Jakarta. Dia menyatakan hal itu dilakukan untuk kepentingan Indonesia.
"Luar biasa Indonesia. Kemarin-kemarin saya bilang, founding father kita, tujuh orang yang mencoret dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluknya. Bukan untuk kepentingan-kepentingan sesaat tapi untuk kepentingan bangsa Indonesia," papar Ngabalin.
Selanjutnya, Ngabalin menyinggung keberadaan electoral threshold. Dia mengatakan bakal mengusulkan kepada pemerintah supaya hal itu dibuka sebesar-besarnya agar siapa saja bisa mencalonkan diri sebagai presiden.
"Satu yang sangat penting itu adalah electoral threshold yang akan datang kita buka sebesar-besarnya, mengusulkan kepada pemerintah agar siapa saja yang hidup di negeri ini boleh mengajukan diri menjadi calon presiden. Sehingga ada anak Indonesia keturunan China jadi presiden. Anak warga negara Indonesia keturunan Belanda, Pakistan, Papua, Aceh, bisa jadi calon presiden," sebutnya.
Dia juga mengatakan dengan tidak adanya politik identitas dan dibukanya electoral threshold sebesar-besarnya, maka siapa saja punya kesempatan yang sama menjadi presiden. "Supaya orang tidak lagi menggunakan diksi dan narasi politik identitas itu. Sehingga dia tidak perlu menjadi anak sultan, jadi anak jenderal, anak orang kaya. Karena anak orang desa sudah bisa jadi presiden dua periode," tuturnya.(dtc)