Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Ular inilah yang menewaskan anggota Brimob Bripka Desri Sahroni di Mimika, Papua. Reptil ini bernama Death Adder, ular pendek yang mematikan.
Dilansir Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), Selasa (30/7/2019), Death Adder (Acanthopis spp.) tersebar di Benua Australia, Papua kawasan Indonesia, dan Papua Nugini. Ular ini juga hidup di beberapa pulau sebelah barat Papua. Ular ini hidup di hutan hingga padang rumput, kadang juga masuk rumah manusia.
Warna ular ini bervariasi dari abu-abu hingga kemerahan dengan garis melintang (belang-belang) yang lebih gelap. Death adder papua (Acanthopis rugosus) berwarna lebih gelap ketimbang yang hidup di Australia. Penampilannya samar di antara dedaunan, tanah, atau bebatuan.
Umumnya, ular ini tidak panjang, hanya 40 cm hingga 70 cm saja, meski sebenarnya bisa tumbuh hingga 100 cm. Ular nokturnal (aktif di malam hari) ini punya taring berukuran 6,22 milimeter. Ular ini sangat berbahaya bagi manusia dan hewan peliharaan.
Sebagai predator, ular ini berperilaku diam dan menunggu. Di Australia, ular ini dijuluki sebagai 'adder tuli' karena tak mau pergi saat diusir manusia. Konon, ditulis Australia Reptile Park, dari sinilah ular ini mendapatkan namanya, karena dalam Bahasa Inggris 'deaf (tuli)' bunyinya mirip dengan 'death'.
Meski mirip ular derik, namun ular ini bukan keluarga ular derik/beludak (Viperidae). Ular ini masih keluarga ular tedung (Elapidae), bersama kobra. Namun ular ini berbeda dengan saudara-saudara Elapidae-nya. Death adder punya tubuh pendek dan lebar. Kepalanya berbentuk segitiga, lehernya ramping, dan ekornya tipis. Ular ini dipercaya sebagai ular dengan kemampuan menyerang yang tercepat di dunia.
Cara kerja racun
Ular ini tergolong punya bisa sangat mematikan. Ahli biologi yang mempelajari death adder, Christina Zdenek, menuliskan di Untamed Science bahwa ular ini punya bisa dengan racun yang menyerang sistem syaraf (neurotoksin).
Gejala orang digigit death adder adalah kelumpuhan otot mata, rasa sakit di otot perut, pusing, mengantuk, dan pembesaran kelenjar getah bening.
Korban gigitan ular ini akan kehilangan kontrol ototnya. Itu bisa terjadi karena racun ular itu memblokade sinaps (pertemuan antara dua sel saraf yang ujung serabut sarafnya hampir menyentuh sel lain untuk mengirimkan sinyal).
Akibat terganggunya transmisi syaraf otot, korban akan mengalami kegagalan pernapasan. Kematian bisa langsung terjadi bila korban tak segera diberi bantuan pernapasan.
Situs toxinologi The University of Adelaide mencatat ular ini mengeluarkan 70 hingga 80 mg dalam sekali keluaran bisa. Meski begitu, Death Adder tak selalu menyuntikkan bisanya saat menggigit mangsa. Kadang, ular ini melakukan "gigitan kering" alias menggigit tapi tidak menyuntikkan cairan bisa. Gigitan kering adalah peringatan bagi makhluk yang digigitnya.
Seekor anjing yang kena gigitan death adder akan mati dalam waktu 20 menit kemudian. Setelah kena gigit, anjing akan mengalami kelumpuhan kaki belakang, kelumpuhan akan berlanjut ke paru-parunya.
Mangsa ular ini adalah kadal, kodok, mamalia, dan burung. Ujung ekornya bisa bergerak untuk memancing mangsanya mendekat, supaya mangsanya mengira itu sebagai cacing yang bisa dimakan.
Ular ini punya reputasi buruk di Australia. Sebelum 1958, 50% orang yang digigit Death Adder pasti mati. Namun setelah tahun itu, antibisa ular jenis ini sudah ditemukan. Serum antibisanya adalah SAuCSL07, produksi CSL Limited Australia. Ada pula serum polyvalent (tidak khusus untuk satu jenis gigitan ular) SAuCSL12 yang juga diproduksi oleh perusahaan itu. dtc