Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kementerian Agama (Kemenag) akan menerbitkan terjemahan Alquran edisi 2019. Edisi terbaru ini disesuaikan dengan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI).
"Secara umum kami sampaikan terkait edisi yang baru ini bahwa berbeda dengan edisi sebelumnya. Pertama disesuaikan dengan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI), karena itu mulai penyempurnaan terakhir ini kami bekerja sama dengan Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI," ujar Kepala Bidang Pengkajian Alquran Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kemenag Abdul Aziz Sidqi di Gedung MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2019).
Terdapat beberapa perbedaan pada Alquran di edisi 2019 ini. Salah satunya jelas Abdul, pihaknya menambahkan beberapa kata untuk menyempurnakan kalimat yang ditaruh ke dalam kurung. Perbedaan yang paling terlihat yakni adanya penambahan subjudul.
"Kemudian penjelasan tambahan singkat itu ada dalam kurung, kemudian penjelasan tambahan pajang ada di catatan kaki yang sebelumnya juga sudah ada. Kami melakukan penelitian terhadap penggunaan terjemahan Kementerian Agama itu ternyata salah satu yang diusulkan itu subjudul, masyarakat sangat terbantu dengan adanya subjudul," ucapnya.
Lebih lanjut, Abdul mengatakan pihaknya juga mengubah beberapa kata yang dianggap tidak sopan. Contohnya, seperti kata yang berorientasi dengan keadaan fisik seperti kata 'buta' diganti menjadi 'tunanetra' dan kata 'montok' menjadi 'molek'.
"Contoh terjemahan kata yang berorientasi fisik itu diubah, misalnya buta jadi tunanetra, karena kalau buta itu kurang sopan secara fisik sehingga bahasa sedikit sopan itu tunanetra," ucapnya.
"Kemudian ini yang juga ramai adalah ramah gender, karena misalnya terjemah Surat Annaba, itu pada awalnya revisi pertama dan kedua diartikan sebagai gadis montok yang sebaya. Kami diprotes oleh beberapa kalangan, lalu diusulkan agar tidak vulgar, diubah montok jadi molek. Saya nggak tahu kata montok dan molek, katanya molek lebih sopan dibanding montok," lanjut Abdul.
Abdul menyebut terjemahan itu dilakukan dengan membentuk tim pakar yang mewakili beberapa kalangan. Saat ini terjemahan Alquran edisi terbaru ini masih dalam tahap proses akhir.
"Kami membentuk tim pakar dan sidang kajian, tim pakat mewakili dari berbagai masyarakat yang ada baik dari kalangan pesantren, peguruan tinggi termasuk kalangan gender, sekarang ini kita masuk pada edisi 2019 yang masih dalam proses penyempurnaan, editing layout dan sebagainya, yang edisi 2019 belum diterbitkan karena masih kami selesaikan proses akhir," katanya.
Dalam hal ini MUI menyambut baik atas adanya terjemahan baru Alquran. Sehingga menurutnya makna ayat suci Alquran dapat dipahami oleh masyarakat luas.
"Kita sangat menghargai upaya Kementerian Agama tiada hentinya menyempurnakan penerjemahan kitab suci Alquran sehingga lebih mudah dipahami dan lebih dekat dengan kebenaran," ujar Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin.
Apalagi menurut Din, manusia memiliki kemampuan terbatas dalam memahami ayat suci Alquran yang memiliki nilai yang mutlak.
"Dua bahasa (bahasa Indonesia dan bahasa aAab) yang memiliki watak yang berbeda sekaligus juga perbedaan kandungan kapasitas, tentu bahasa Arab sebagai bahasa Alquran dan merupakan nilai ilmu mutlak Allah SWT tetapi ingin bericara dengan manusia yang nisfi (yang memiliki keterbatasan) tentu Allah memahami itu, tetapi pasti apa yang dimaksudkan dalam kalimat dan kata dari yang Maha Mutlak itu tidak bisa persis dipahami oleh mansuia," tuturnya.(dtc)