Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,27% pada September 2019. Harga pangan dan bahan pokok yang anjlok seperti daging ayam dan cabai menyumbang terjadinya deflasi.
Apakah ada hubungannya dengan daya beli masyarakat?
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan deflasi September 2019 tak menunjukkan adanya daya beli pada masyarakat. Dia bilang, hal ini ditunjukkan oleh inflasi inti yang masih tinggi di angka 0,29% pada September atau 3,32% secara year on year (yoy).
Pada September, inflasi inti berada di 3,32% (yoy), lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yaitu 3,3%. Inflasi inti terus berada di kisaran 3% sejak November tahun lalu.
"Dengan angka inflasi ini saya masih akan menyimpulkan tidak ada penurunan daya beli," katanya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Inflasi sendiri menunjukkan tren kenaikan harga barang-barang di masyarakat. Kenaikan harga bisa menunjukkan adanya peningkatan kegiatan ekonomi, dengan catatan konsumsi masih tumbuh tinggi karena artinya konsumen mau membayar dengan harga lebih tinggi.
Di lain hal, deflasi menunjukkan turunnya harga-harga yang bisa jadi disebabkan menurunnya aktivitas ekonomi di masyarakat. Suhariyanto sendiri memastikan deflasi yang terjadi kali ini tak menunjukkan adanya penurunan daya beli di masyarakat.
Namun demikian, inflasi akan terus dijaga agar tetap rendah dan stabil. Inflasi tahunan Indonesia saat ini masih terjaga di kisaran 3%.
"Pengadaan beras Bulog cukup, jadi saya yakin harga beras sampai Desember akan terjaga. Sampai akhir tahun, saya tidak melihat komoditas tertentu juga akan naik," kata Suhariyanto.
"Semakin kecil inflasi semakin bagus. Kenaikan pendapatan sementara harga barang-barang terjaga, daya beli meningkat, konsumsi rumah tangga bagus," tambahnya.(dtf)