Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Tokyo. Semua orang tahu kalau Jepang begitu disiplin dengan kebersihan. Tak cuma jadi rutinitas, menjaga kebersihan adalah bentuk kesalehan dalam menjalankan agama.
Liburan ke Jepang kini jadi impian banyak orang. Selain budaya yang ditonjolkan, Jepang sangat jemawa dengan kebersihannya. Hal ini bisa kita lihat dari bersihnya tiap sudut kota.
Meski simpel, kebersihan sudah jadi tanggung jawab besar bagi semua penduduk Jepang. Sikap disiplin ini rupanya tumbuh dari agama kepercayaan yang mereka anut, Shinto, seperti diintip dari BBC, Selasa (8/10/2019).
Sebelum agama Buddha masuk ke Jepang, Shinto sudah lebih dulu ada. Shinto memiliki arti Jalan Para Dewa. Kebersihan menjadi jantung dari ajaran Shinto. Ini artinya, menjaga kebersihan jadi bentuk kesalehan penganut Shinto.
Berangkat dari kesalehan, penduduk Jepang memasukkan praktik kebersihan dalam pelajaran sekolah. Selama 12 tahun pendidikan, anak-anak diberi jadwal bersih-bersih tiap hari.
Saat sampai di sekolah, murid-murid akan mengganti sepatu mereka dengan alas kaki khusus. Sepatu disimpan dalam loker masing-masing siswa.
Begitu pulang ke rumah, anak-anak diingatkan kembali oleh orang tua untuk menjaga kebersihan. Tinggal di tempat yang kotor adalah hal yang buruk.
Perilaku bersih kini salah satu atraksi di Jepang, seperti 7 menit ritual membersihkan sampah di Kereta Shinkansen. Dalam aksinya, para petugas kebersihan memperlihatkan kelihaian mereka saat membersihkan kereta dengan kilat.
Sebenarnya perilaku disiplin sampah orang-orang Jepang sudah lama menggegerkan dunia. Saat nobar Sepak Bola Piala Dunia Brazil dan Rusia, masyarakat Jepang kembali menunjukkan kegilaan mereka pada kebersihan. Sehabis nonbar, mereka kembali membersihkan jalanan dari sampah.
Bahkan para pemain bola Jepang punya kebiasaan sangat baik dalam meninggalkan ruang ganti. Ruang ganti yang biasanya berantakan setelah dipakai, terlihat sangat rapi dan bersih setelah digunakan oleh pemain Jepang.
"Sebagai warga Jepang, kami sangat sensitif dalam menjaga reputasi kami. Kami tidak ingin orang lain melihat kami tidak berpendidikan dalam mengelola kebersihan atau sampah," ungkap Maiko Awane, asisten direktur kantor Pemerintahan Tokyo, Prefektur Hiroshima.
Sekali lagi, bukan cuma rutinitas, kebersihan jadi sebuah praktik kesalehan. Tiap pukul 08.00 waktu setempat, pekerja kantor dan staf toko akan terlihat membersihkan jalanan di sekitar tempat kerja mereka.
Tak mau kalah, anak-anak akan dengan sukarela membersihkan dan mengambil sampah di jalan dekat sekolah. Orang Jepang punya kebiasaan untuk membawa pulang sampah mereka.
Jangankan sampah plastik, bekas puntung rokok saja tak terlihat di jalan-jalan Jepang. Tanda jangan buang sampah pun dilukis sampai di jalannya.
Bersihnya orang Jepang bukan cuma urusan sampah. Dalam transaksi uang pun, orang Jepang 'tak mau kotor'.
Kalau kamu perhatikan, orang Jepang tidak pernah memberikan uang dari tangan langsung. Mereka akan menyiapkan nampan khusus uang kepada kostumer hotel, toko ataupun taksi.
Kesadaran masyarakat akan lingkungan yang sehat terus diwujudkan dalam pola hidup yang sehat. Jika ada yang sakit flu, orang tersebut akan langsung menggunakan masker supaya tidak menularkan lingkungannya.
Alasan lainnya yang disebutkan dalam artikel BBC adalah pengaruh lingkungan. Jepang memiliki lingkungan yang panas dan lembab di musim-musimnya. Udara yang lembab dan panas membuat makanan dikerubungi bakteri dengan cepat. Ini mengapa Jepang begitu gila dengan kebersihan.
Satu kunci dalam agama Shinto adalah kegare atau kenajisan. Ritual pemurnian dilakukan oleh pendeta jika ada orang yang menderita kegare.
"Praktik kebersihan itu sangat penting. Ritual pemurnian ini akan menghindarkan Anda dari peran membawa bencana ke masyarakat. Itu sebabnya Jepang adalah negara yang sangat bersih," Tambah Awane.
Sebelum ada agama Islam, umat Shinto sudah mengenal praktik wudu sebelum masuk ke dalam kuil. Mereka akan membasuh tangan, kaki dan mulut dari air yang sudah disediakan. Ini juga tanda penyucian sebelum masuk rumah ibadah.
"Kami sebagai orang Jepang percaya bahwa kami tidak boleh mengganggu orang lain dengan menjadi malas atau mengabaikan sampah yang berasal dari kami sendiri," ujar Awane.
Terus menjunjung tinggi reputasi negara yang bersih, orang-orang Jepang memaksa diri untuk terus peduli pada lingkungan yang bersih. Gengsi dan takut nama baik tercemar jadi kunci dari praktik kebersihan sehari-hari.
Dalam hal ini, Indonesia mungkin perlu terus belajar dari Jepang. Toh lingkungan yang bersih jadi cermin masyarakat yang teredukasi dengan baik. Yuk, mulai cinta lingkungan dengan tidak buang sampah sembarangan.(dtt)