Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Usulan sanksi yang akan diberikan pemerintah kepada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang menunggak iuran tengah menjadi sorotan oleh Ombudsman RI. Sanksi tersebut, berupa tidak bisa memperoleh layanan publik seperti mengurus IMB, paspor, SIM, STNK, hingga sertifikat tanah.
Kepala Perwakilan Ombudsman Sumatera Utara (Sumut), Abyadi Siregar, menyatakan, sanksi yang akan diberlakukan ini sangat tidak benar. Sebab, tegas dia, setiap warga negara memiliki hak konstitusional sesuai UU No 25 tahun 2009 berupa hak atas semua layanan publik.
"Saya kira (sanksi ini) terlalu mengada-ada. Apa payung hukumnya itu sampai tidak boleh mendapatkan pelayanan publik?. Itu kan hak konstitusional masyarakat," ungkapnya kepada wartawan, Senin (14/10/2019).
Abyadi menjelaskan, apabila sanksi layanan publik ini diterapkan, maka tidak ada lagi ketenangan yang bisa didapatkan sebagai warga negara. Untuk itu jangan sampai ada masyarakat yang menyesali dirinya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
"Jangan karena tidak membayar BPJS sampai berefek pada tidak mendapatkan hak itu. Kenapa (harus) di monopoli, padahal layanannya bukannya bagus, sebab begitu banyak orang yang kecewa dengan layanan BPJS," jelasnya.
Abyadi mengaku, selama ini juga cukup banyak laporan yang masuk ke Ombudsman atas pelayan BPJS. Baik itu pasien sudah disuruh pulang meski belum sembuh, sulitnya mendapatkan ruangan, dan panjangnya waktu antriannya operasi.
"Ini kan persoalan yang serius. Tapi kadang masalah BPJS hanya ditimpakan kepada masyarakat saja. Harusnya BPJS juga introspeksi diri, karena banyak kelemahan manajemen disana," terangnya.
Sementara itu, disinggung mengenai masalah defisit, Abyadi mengaku Ombudsman memang tidak mempersoalkan adanya rencana kenaikan iuran. Hanya saja, harus dapat dipertimbangkan secara proposional.
"Oke lah kita pahami mengatasi defisit, makanya silahkan saja naik tapi proposional. Namun jangan begini dibuat (sanksi layanan publik), kalau nggak bayar ya tidak dilayani, jangan dipaksa," ucapnya.
Hal ini, sambungnya, malah akan menambah persoalan baru yang akan menimbulkan respon yang tidak baik dari masyarakat secara luas. Ia khawatir kebijakan ini dapat menimbulkan perlawanan masyarakat kepada BPJS Kesehatan, karena dianggap begitu menyusahkan ditengah layanannya yang tidak baik.
"Karenanya saya pikir ini tidak tepat dan harus ditinjau kembali. Tapi karena ini isu nasional, maka saya pikir akan menjadi kebijakan Ombudsman pusat untuk menyikapinya. Begitupun ditingkat lokal kita akan memberi warna dalam menyikapi ini dalam perspektif layanan publik," pungkasnya.
Terpisah, Kepala Bidang SDM Umum dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Cabang Medan Rahman Cahyo mengatakan, sampai sejauh ini belum ada aturan pelaksana mengenai sanksi layanan publik bagi peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran. Sanksi yang ada, kata dia hanya berupa sanksi penonaktifan kartu dan denda pelayanan kesehatan jika mengakses layanan rawat inap setelah kartu aktif kembali.
"Jd masih itu sanksinya. Kalau sanksi layanan publik seperti tidak bisa membuat SIM itu belum ada peraturan pelaksananya," bebernya.
Ia menceritakan, rencana sanksi layanan publik tersebut memang sudah ada tertuang dalam PP nomor 86 tahun 2013. "Jadi sudah lama. Mungkin peraturan yang lama itu yang mau dibuatkan peraturan pelaksananya," tandasnya.